Harga Minyak Melonjak Saat Rebound Permintaan China dan Kekhawatiran Pasokan Energi Rusia
Harga minyak mentah berjangka Brent ditutup di level 90,46 dolar AS, setelah naik 63 sen atau 0,7 persen.
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Harga minyak naik hampir 1 persen pada akhir perdagangan Kamis (Jumat pagi WIB), di tengah kekhawatiran pasokan bahan bakar Rusia, rebound permintaan China dan kenaikan suku bunga Bank of England.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah berjangka Brent ditutup di level 90,46 dolar AS, setelah naik 63 sen atau 0,7 persen. Di awal sesi perdagangan Kamis (22/9/2022) kemarin, harga Brent naik lebih dari 2 dolar AS.
Sementara harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS naik 0,7 persen atau 55 sen, menjadi 83,49 dolar AS pada akhir perdagangan kemarin, setelah naik lebih dari 3 dolar AS di awal sesi perdagangan.
Rusia mengumumkan wajib militer terbesarnya sejak Perang Dunia Kedua, menambah kekhawatiran eskalasi perang di Ukraina lebih lanjut sehingga dapat mengancam ketersediaan pasokan bahan bakar dari negara tersebut.
"Retorika permusuhan (Presiden Rusia Vladimir) Putin adalah apa yang menopang pasar ini," kata mitra di Again Capital LLC di New York, John Kilduff.
Kendala pasokan dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) juga menambah beban pasar bahan bakar, kata para analis.
"Ekspor minyak mentah OPEC telah mendatar dari kenaikan kuat pada awal bulan ini," kata analis komoditas di UBS, Giovanni Staunovo.
Baca juga: Harga Minyak Merosot 1 Persen, Terseret Kenaikan Suku Bunga The Fed
Uni Eropa sedang mempertimbangkan pembatasan harga minyak, pembatasan yang lebih ketat terhadap ekspor teknologi tinggi ke Rusia dan lebih banyak sanksi terhadap individu Rusia, sebagai tanggapan atas eskalasi perang Moskow di Kyiv.
Otoritas Sekuritas dan Pasar Eropa (ESMA) juga mempertimbangkan penghentian sementara derivatif energi karena harga telah naik menyusul invasi Rusia ke Ukraina pada bulan Februari.
Mekanisme semacam itu harus diterapkan ke semua platform yang memperdagangkan energi di Uni Eropa, kata ESMA.
Baca juga: Harga Minyak Naik di Tengah Kekhawatiran Penurunan Permintaan dan Kenaikan Suku Bunga
Permintaan minyak mentah di China, importir utama minyak mentah dunia, mengalami rebound, setelah pembatasan Covid-19 meredam permintaan.
Berbicara mengenai kebijakan moneter, Bank of England menaikkan suku bunga utamanya sebesar 50 basis poin menjadi 2,25 persen dan mengatakan akan terus "merespons dengan kuat, seperlunya" terhadap inflasi.
Kenaikan tersebut dinilai "kurang dari harga pasar dan menentang beberapa ekspektasi bahwa pembuat kebijakan Inggris mungkin dipaksa ke langkah yang lebih besar," kata bank ING.
Namun di saat bank sentral di seluruh dunia memperketat kebijakan moneternya, kabar tidak terduga datang dari Turki, setelah bank sentralnya memangkas suku bunga sebesar 100 basis poin.
Baca juga: Harga Minyak Anjlok karena Kekhawatiran Penurunan Permintaan dan Penguatan Dolar AS
Menyusul kenaikan besar-besaran suku bunga Federal Reserve AS (The Fed) sebesar 75 basis poin pada Rabu (21/9/2022) lalu, kenaikan suku bunga juga datang dari Bank Nasional Swiss, Bank Norges (Norwegia), Bank Indonesia, dan Bank Cadangan Afrika Selatan.
Kenaikan suku bunga untuk mengendalikan inflasi telah membebani ekuitas, yang bergerak seiring dengan harga minyak. Selain itu, dapat mengekang kegiatan ekonomi dan permintaan bahan bakar.
"Ini menunjukkan betapa sinkronnya siklus pengetatan saat ini," kata Deutsche Bank.