49.108 Pengaduan Terkait Pinjol dalam Dua Tahun Terakhir, Guru dan Korban PHK Paling Banyak Terjerat
Serta pengaduan berat, seperti pencarian tanpa persetujuan, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP peminjam
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG -- Dalam dua tahun terakhir, ada sebanyak 49.108 pengaduan terkait pinjaman online (pinjol).
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan, pengaduan tersebut dibagi menjadi pengaduan ringan/sedang di antaranya keberatan atas bunga/denda yang tinggi, kesulitan pelunasan/pembayaran angsuran, penagihan sebelum jatuh tempo, pencairan tidak sesuai dengan permohonan, dan penyelenggara yang tidak bisa dihubungi.
Serta pengaduan berat, seperti pencarian tanpa persetujuan, ancaman penyebaran data pribadi, penagihan kepada seluruh kontak HP peminjam, hingga penagihan dengan teror atau intimidasi.
OJK mengaku kesulitan memberantas pinjol ilegal karena lokasi server banyak ditempatkan di luar negeri dan masyarakat sebagai korban juga tingkat literasinya masih rendah dengan tidak melakukan pengecekan legalitas dan terbatasnya pemahaman terhadap pinjol.
Baca juga: Curhat di Medsos Soal Pinjol, Keluarganya Dikabarkan Terlilit Utang , Enno Lerian Kini Pilih Bungkam
Anggota Dewan Komisioner OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Friderica Widyasari Dewi menyebutkan beberapa alasan masyarakat banyak terjerat pinjol ilegal.
Yakni, untuk membayar utang lain, latar belakang ekonomi menengah ke bawah, dana cair lebih cepat, memenuhi kebutuhan gaya hidup.
Lalu, kebutuhan mendesak, perilaku konsumtif, tekanan ekonomi, membeli gadget baru dan literasi pinjaman online yang masih rendah.
Riset No Limit Indonesia 2021 juga menerangkan 28 persen masyarakat tidak bisa membedakan pinjol legal dan ilegal.
Sementara itu, Friderica menyebutkan, guru dan korban pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadi kalangan masyarakat yang paling banyak terjerat pinjol.
Guru sebanyak 42% dari responden yang disurvei, korban PHK sebesar 21%, disusul ibu rumah tangga 18%, karyawan 9%, pedagang 4%, pelajar 3%, tungkas pangkas rambut 2%, dan ojek online 1%.
"21% responden berutang untuk pembayaran utang kembali dan 29% responden berutang untuk memenuhi gaya hidup," tutur Friderica, Sabtu (24/9) di Bandung dalam gelaran focus group disscusion bersama redaktur media. (Kontan)