Inflasi September 2022 Diprediksi Tembus 1,1 Persen, Bensin dan Tarif Angkutan jadi Penyebab Utama
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, penyumbang utama inflasi bulan ini ditempati oleh bensin, angkutan dalam kota.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bank Indonesia (BI) dalam laporannya menyebutkan, September 2022 diprediksi terjadi inflasi 1,1 persen secara bulanan (month to month/mtm).
Prediksi yang dilakukan BI berdasarkan survei pemantauan harga yang dilakukan pada minggu kelima September 2022.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Erwin Haryono mengatakan, penyumbang utama inflasi bulan ini ditempati oleh bensin, angkutan dalam kota, hingga beras.
“Penyumbang utama inflasi September 2022 sampai dengan minggu kelima yaitu bensin sebesar 0,91 persen (mtm), angkutan dalam kota sebesar 0,06 persen (mtm), angkutan antar kota, rokok kretek filter, dan beras masing-masing sebesar 0,02 persen (mtm),” jelas Erwin, Jumat (30/9/2022).
Baca juga: Inflasi Jerman Tembus 10 Persen, Analis: ke Depan Masih Bisa Lebih Buruk Lagi
“Kemudian untuk ikan kembung, pasir, semen dan bahan bakar rumah tangga masing-masing sebesar 0,01 persen (mtm),” sambungnya.
Bank Indonesia juga mencatat sejumlah komoditas yang mengalami deflasi.
Komoditas tersebut seperti bawang merah sebesar -0,06 persen (mtm), cabai merah sebesar -0,04 persen (mtm), minyak goreng dan daging ayam ras masing-masing sebesar -0,03 persen (mtm).
Kemudian cabai rawit, tomat dan emas perhiasan masing-masing sebesar -0,02 persen (mtm), serta telur ayam ras dan tarif angkutan udara masing-masing sebesar -0,01 persen (mtm).
Baca juga: Pedagang Pasar Kesulitan Modal di Tengah Kenaikan Inflasi
Erwin mengungkapkan, Bank Indonesia akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait.
Hal tersebut dilakukan untuk tetap mendorong pertumbuhan ekonomi di tengah tekanan eksternal yang meningkat.
"Serta terus mengoptimalkan strategi bauran kebijakan untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan guna mendukung pemulihan ekonomi lebih lanjut," pungkas Erwin.