Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Morgan Stanley: Peluang Resesi Sudah Terlihat di China, Eropa, dan Amerika Serikat

Pertumbuhan ekonomi telah memburuk dan tingginya inflasi, telah memaksa bank-bank sentral di seluruh dunia memperketat kebijakan moneter.

Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Morgan Stanley: Peluang Resesi Sudah Terlihat di China, Eropa, dan Amerika Serikat
Alpha News
Morgan Stanley memperkirakan resesi akan melanda zona euro pada akhir 2022. 

Laporan Wartawan Tribunnews, Nur Febriana Trinugraheni

TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Banyak pihak telah mengungkapkan pandangannya mengenai kondisi ekonomi dunia, dari Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) hingga Bank Dunia telah memperingatkan terjadinya resesi global.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi telah memburuk dan tingginya inflasi, telah memaksa bank-bank sentral di seluruh dunia memperketat kebijakan moneter yang memperlambat ekonomi mereka dan mengancam akan membawa banyak negara ke lubang resesi.

Namun, argumen mengenai apakah ada kontraksi global atau tidak mungkin sudah ketinggalan zaman, kata Kepala Asia dan Ahli Strategi Pasar Berkembang di Morgan Stanley, Jonathan Garner.

Garner berpendapat peluang resesi sudah terlihat di China, Eropa dan Amerika Serikat, dan menurutnya pertanyaan selanjutnya adalah kapan kontraksi ekonomi akan dimulai dan seberapa buruknya.

Baca juga: CEO JPMorgan Peringatkan Resesi Global Akan Tiba Pertengahan Tahun 2023

“Debat ini sampai batas tertentu telah berakhir. Kami berada dalam semacam resesi global pada kuartal ketiga. Pertanyaannya adalah, bagaimana kita keluar dari (apakah) itu sepanjang tahun depan?" kata Garner, yang dikutip dari Fortune.

China Dalam Resesi

Resesi global akan memukul ekonomi suatu negara pada waktu yang berbeda dan dengan dampak yang berbeda.

Berita Rekomendasi

China misalnya, yang kemungkinan telah mengalami resesi untuk "beberapa waktu yang cukup lama," kata Garner mengutip angka pengangguran yang meningkat di negara itu.

Sementara resesi di sebagian besar negara Barat kemungkinan dipicu oleh langkah pemerintah dalam menaikkan suku bunga untuk meredam inflasi yang melonjak, tingkat inflasi tahunan China relatif rendah yaitu 2,5 persen pada bulan lalu.

Namun kebijakan Covid-19 yang ketat dan penguncian atau lockdown yang sering diterapkan tahun ini di pusat-pusat manufaktur Beijing, menyebabkan penurunan yang signifikan dalam prospek ekonomi negara itu untuk tahun depan.

Bank Dunia pada bulan lalu memperkirakan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) China melambat menjadi 2,8 persen tahun ini, turun dari 8,1 persen pada tahun 2021. Sementara untuk tahun depan, pertumbuhan ekonomi China akan melambat yang sebagian besar disebabkan oleh upaya berkelanjutan untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Untuk negara yang mencatat pertumbuhan PDB tahunan lebih dari 7 persen selama 10 tahun terkahir, perlambatan seperti itu dapat membuat China "merasa seperti dalam resesi", kata ekonom dan presiden Queens' College, Cambridge Mohamed El-Erian pada bulan September lalu.

Pandangan yang suram pada ekonomi China sudah memukul pasar tenaga kerja, sehingga memperjelas sinyal resesi, tambah Garner.

Baca juga: Analis Sebut Perlambatan Ekonomi China Bakal Berdampak Hingga ke Seluruh Negara Asia

Pengangguran muda di China sekarang mencapai 20 persen dan sentimen terhadap prospek pekerjaan telah menurun ke level terendah sejak tahun 2010, menurut survei yang dirilis pekan lalu oleh Bank Sentral China.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas