Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Buntut Inflasi Amerika Serikat, IMF Desak Bank-bank Sentral Asia Perketat Kebijakan Moneter

Melonjaknya harga pangan dan energi di pasar global memicu terjadinya lonjakan inflasi massal di sejumlah negara tak terkecuali Amerika Serikat

Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
zoom-in Buntut Inflasi Amerika Serikat, IMF Desak Bank-bank Sentral Asia Perketat Kebijakan Moneter
Chatham House
Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak sebagian besar bank sentral di seluruh kawasan Asia untuk memperketat kebijakan moneter mereka, demi menstabilkan laju ekonomi yang telah amblas jauh di atas perkiraan. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com  Namira Yunia Lestanti

TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON – Dana Moneter Internasional (IMF) mendesak sebagian besar bank sentral di seluruh kawasan Asia untuk memperketat kebijakan moneter mereka, demi menstabilkan laju ekonomi yang telah amblas jauh di atas perkiraan.

Melonjaknya harga pangan dan energi di pasar global memicu terjadinya lonjakan inflasi massal di sejumlah negara tak terkecuali Amerika Serikat (AS), dimana pada September laju inflasi Amerika melesat di level 8,2 persen, dilansir dari Reuters.

Kenaikan ini yang kemudian mendorong The Fed untuk menaikkan suku bunga sebanyak 75 basis poin pada bulan depan, karena pengetatan moneter yang dilakukan pada bulan Agustus lalu gagal menyeret turun laju inflasi di AS ke level 2 persen.

Baca juga: IMF: Ukraina Butuh 4 Miliar Dolar AS per Bulan untuk Membangun Kembali Negaranya

Meski masih tahap wacana, namun kebijakan tersebut telah sukses memicu lonjakan permintaan terhadap dolar, hingga nilai tukar dolar AS naik 10 persen sejak awal tahun. 

Penguatan dolar sayangnya menyebabkan banyak mata uang Asia terdepresiasi atau menurun cukup tajam.

Tak hanya itu buntut pengetatan yang dilakukan The Fed juga menyebabkan melebarnya perbedaan suku bunga dan mendongkrak biaya impor bagi negara-negara Asia. Kondisi ini lantas  mendorong mereka untuk menambah jumlah utang luar negeri demi mencukupi kebutuhan pokok jutaan warga negaranya.

Baca juga: Indonesia Tak Masuk Daftar Pasien IMF, Menko Luhut: Kita Tidak Boleh Jumawa

Berita Rekomendasi

Namun karena biaya kredit yang harus dibayarkan dengan mata uang dolar ikut melonjak, tekanan tersebut membuat negara-negara berkembang di Asia kesulitan untuk membayarkan tagihan utang, hingga lonjakan utang Asia di 2022 membengkak hampir 100 persen dari produk domestik bruto tahunan.

"Asia saat ini menjadi debitur terbesar di dunia selain sebagai penabung terbesar, dan beberapa negara berisiko tinggi mengalami debt distress," kata Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF, Kamis (13/10/2022).

IMF mengungkap pihaknya saat ini masih berpandangan bahwa inflasi akan mencapai puncaknya pada akhir tahun, namun demi mengantisipasi munculnya berbagai tekanan yang dapat mempercepat Asia masuk ke jurang resesi.

Membuat Srinivasan mengimbau agar sebagian besar bank sentral di seluruh Asia memperketat kebijakan moneter mereka untuk menurunkan inflasi yang telah melesat jauh di atas perkiraan.

Baca juga: IMF Prediksi Dua Negara G7 Ini Masuk Jurang Resesi di 2023

Akan tetapi khusus China dan Jepang, IMF mengecualikan kedua negara ini melakukan pengetatan moneter.

Menurut Srinivasan, China dan Jepang masih memiliki prospek ekonomi yang stabil meski pemulihan ekonomi yang lebih lemah dan pengenduran yang terjadi pun tetap substansial. 

Namun apabila dilihat dari laju inflasi, keduanya mengalami lonjakan inflasi yang tidak terlalu tajam seperti negara Asia lainnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas