Industri Asuransi Sedang Hadapi Pengetatan Harga, Ini 3 Solusi yang Diusulkan Indonesia Re
Industri asuransi dan reasuransi kini sedang menghadapi kondisi yang disebut hardening market sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Industri asuransi dan reasuransi kini sedang menghadapi kondisi yang disebut hardening market sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Hardening market sendiri merupakan kondisi di mana industri asuransi menaikkan harga premi dan pengetatan terms and conditions demi menjaga kestabilan neraca perusahaan.
Di industri asuransi global misalnya, sejumlah perusahaan reasuransi di Eropa telah melakukan pembayaran klaim gangguan usaha akibat pandemi.
Menghadapi kondisi kurang menguntungkan tersebut, PT Reasuransi Indonesia Utama (Persero) atau Indonesia Re mengusulkan tiga solusi untuk industri asuransi di Tanah Air.
Direktur Teknik Operasi Indonesia Re, Delil Khairat mengungkapkan, usulan solusi pertama adalah restrukturisasi treaty.
Dia mengatakan, struktur treaty harus dikoreksi atau diubah sehingga lebih berimbang dan adil serta dapat menguntungkan baik asuransi maupun reasuransi.
“Struktur treaty yang tidak sustainable, Indonesia Re dan ceding akan me-redesign treaty tersebut.”
Kedua, adalah dengan menaikkan harga atau rate premi. Saat ini, jelasnya, rate premi di Indonesia terlalu rendah. Harga premi yang ceding company berikan ke tertanggung juga terbilang rendah.
“Jadi secara kolektif tidak mencukupi. Hal ini memang tidak populis, tapi harus dijalankan,” tegasnya.
Solusi ketiga adalah konsentrasi risiko. Artinya, kata Delil, ada 71 ceding company yang dilayani Indonesia Re dengan masing-masing perusahaan memproteksi terlalu banyak risiko.
Baca juga: Apa Itu Asuransi Bisnis? Simak 6 Kegunaannya bagi Pemilik Perusahaan dan Karyawannya
Alhasil, akumulasi risiko yang ditanggung oleh Indonesia Re terlalu besar. “Oleh karena itu, akan kami batasi. Kami akan merancang terms & conditions dan meningkatkan transparansi konsentrasi risiko,” ujarnya.
Direktur Utama Indonesia Re, Benny Waworuntu mengungkapkan bahwa hardening market di pasar asuransi global sudah berlangsung dalam 17 kuartal terakhir.
Karena itu pihaknya telah melakukan roadshow sejak paruh pertama 2022 untuk mengkomunikasikan kondisi tersebut kepada ceding company atau perusahaan asuransi pemberi sesi.
Dia menjelaskan, gelaran Indonesia Rendezvous ke-26 di Bali pertengahan Oktober ini menjadi puncak dari upaya Indonesia Re untuk membangun kesadaran bagi para pelaku industri asuransi nasional untuk menciptakan pasar yang lebih berkelanjutan.
Delil Khairat menjelaskan menambahkan, event Indonesia Rendezvous ini menjadi puncak awareness building kami kepada industri seputar berbagai tren terkini di industri asuransi dan reasuransi nasional dan global, khususnya tentang hardening market yang telah berjalan selama 17 kuartal,” ujarnya di sela pergelaran Indonesia Rendezvous ke-26 di Bali, Kamis (13/10/2022).
Menurut dia, saat ini Indonesia Re dan para ceding company sudah memiliki visi yang sama terkait kondisi tersebut yakni bahwa pasar asuransi dan reasuransi belum cukup berkelanjutan.
Hal itu terbukti dengan industri yang terdampak signifikan oleh pandemi Covid-19 dan konflik geopolitik Rusia-Ukraina.
Baca juga: Industri Reasuransi Berperan Jaga Stabilitas Ekonomi
Pada kesempatan sama, Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ogi Prastomiyono mengatakan bahwa hardening market merupakan bagian dari dinamika dari ekosistem pasar asuransi dan reasuransi.
Dengan begitu, seluruh pemangku kepentingan harus terlibat untuk memperbaiki kondisi pasar agar menuju industri yang lebih sehat.
“Artinya seluruh ekosistem industri harus bergerak bersama untuk memitigasinya, tidak hanya pemerintah,” ujarnya dalam agenda Indonesia Rendezvous ke-26.