Ada Ancaman Resesi, Sri Mulyani Siapkan Strategi, DPR: Jangan Ceroboh, Nanti Rakyat yang Menderita
Masyarakat saat ini sudah banyak yang kesulitan akibat naiknya harga-harga, yang tidak diimbangi dengan kenaikan penghasilannya.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Menurut Sri Mulyani penting menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi ketika perekonomian global mengancam.
Di sisi lain, dia memastikan belanja pemerintah akan selektif karena adanya exposure pengetatan likuiditas serta kenaikan dolar AS.
Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah yang akan mengembalikan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) di 2023 kembali ke 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: Jokowi: Patut Disyukuri di Tengah Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Positif
Risiko lain yang akan diwaspadai adalah tekanan inflasi. Menurutnya inflasi yang melonjak tinggi disebabkan karena adanya kenaikan harga komoditas, dan juga pelemahan rupiah yang akhirnya memicu kenaikan harga yang disebut imported inflation.
Kemudian, pemerintah juga akan terus mewaspadai geopolitik Rusia dan Ukraina yang tak berkesudahan, yang bisa menyebabkan gangguan suplai serta potensi moderasi harga komoditas dan pengetatan moneter yang agresif.
Genjot Konsumsi Domestik
Peneliti Ekonomi Senior Chatib Basri mengatakan menjaga permintaan domestik bisa menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap meningkat positif.
"Jadi selama permintaan domestiknya dijaga maka sebetulnya efek dari global itu bisa dimanage," ujar Chatib.
Untuk itu, Mantan Menteri Keuangan ini menyebut, pemberian bantuan sosial kepada rakyat miskin seperti dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) menjadi sangat penting.
Pasalnya masyarakat miskin yang menerima bantuan tersebut akan langsung membelanjakan uangnya sehingga perekonomian bisa berjalan. Hal ini mungkin berbeda dengan kelompok kaya yang akan menyimpan uangnya.
"Kalau anda berikan uang kepada kelompok kaya yang terjadi uangnya ditabung, tapi kalau kelompok miskin itu begitu dia dapat uang kan langsung beli makanan di warteg segala macam, kalau ada permintaan terhadap makanan di warteg atau UMKM maka aktivitas ekonominya akan jalan," ungkapnya.
Di sisi lain, Chatib mengatakan bahwa negara yang memiliki porsi pasar domestik yang besar akan relatif aman dari efek rambatan perlambatan ekonomi ataupun resesi global.
Sehingga negara seperti Singapura yang tidak memiliki pasar domestik yang luas maka diperkirakan akan mengalami resesi di tahun depan.
"Ini yang tidak terjadi di Singapura, Singapura ngak ada pasar domestik, orang negaranya sebesar Kebayoran, karena itu mereka sangat tergantung (ekspor) terlihat rasio dari ekspor PDB-nya itu 200 persen" pungkasnya.
(Tribunnew/Kontan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.