Pentingnya Perencanaan Keuangan Hadapi Dampak Gejolak Ekonomi 2023
Perencanaan keuangan dapat dilakukan dengan mengenali profil risiko masing-masing dan melihat ketersediaan pendanaan yang ada
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Ekonom Segara Institut Piter Abdullah mendorong masyarakat untuk tetap melakukan perencanaan keuangan dengan baik dan tidak merespon semua informasi secara berlebihan terutama soal isu resesi 2023.
Menurutnya, masyarakat jangan sampai menimbulkan kepanikan seperti yang terjadi pada krisis moneter tahun 1997-1998 di mana terjadi rush money karena masyarakat menarik uang secara besar-besaran.
“Perencanaan keuangan adalah hal penting. Namun, saya yakin ekonomi Indonesia masih kuat menghadapi ancaman resesi yang terjadi di negara lain. Jadi yang paling penting adalah peran dari regulator, ekonom dan pihak terkait menjelaskan bagaimana sebenarnya kondisi perekonomian Indonesia,” jelas Piter, Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Tiga Ciri Perusahaan yang Rentan Terdampak Resesi Ekonomi Global, Berikut Sektornya
Dia mendorong masyarakat tetap melakukan aktivitas ekonomi dan melakukan perencanaan keuangan yang tepat, baik melalui perbankan maupun instrumen investasi lainnya.
Perencanaan keuangan dapat dilakukan dengan mengenali profil risiko masing-masing dan melihat ketersediaan pendanaan yang ada serta memperhatikan faktor risiko yang muncul seperti kerugian, kerusakan hingga kehilangan.
Piter mengatakan bahwa penggunaan jasa perbankan, selain aman dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemerataan penyaluran kredit sehingga peran dana masyarakat di bank dalam memperkuat ketahanan nasional menghadapi ancaman resesi juga semakin besar.
Sedangkan terkait risiko gagal bayar bank, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menjamin dan mengawasinya. LPS memiliki kewenangan untuk menjamin simpanan nasabah, sehingga aset masyarakat terjamin keamanannya.
Baca juga: Para Bankir Wall Street Peringatkan Dunia untuk Bersiap Hadapi Resesi
Dia mengatakan semakin tinggi tingkat literasi, kemampuan masyarakat menyusun perencanaan keuangan melalui sejumlah instrumen investasi akan semakin baik karena ada pemahaman terhadap risiko dari produk investasi.
“Jadi edukasi dan literasi keuangan itu harus terus dilakukan semaksimal mungkin agar masyarakat bisa lebih memanfaatkan jasa sektor keuangan bagi dirinya, dan secara umum bermanfaat bagi perekonomian,” jelasnya.
Di sisi lain, sebagai regulator dan pengawas sektor jasa keuangan, Piter menilai OJK cukup baik dalam mendorong literasi keuangan, sehingga diharapkan dapat meminimalisir kesalahan masyarakat dalam perencanaan keuangan.
Berdasarkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada tahun 2019, tingkat literasi keuangan dan inklusi keuangan 2019 masing-masing mencapai 38,03 persen dan 76,19 persen.
Angka tersebut di atas target yang telah ditetapkan pemerintah dalam Peraturan Presiden No. 82 tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SNKI) sebesar 75 persen untuk tingkat inklusi keuangan.
Baca juga: Dihantui Lonjakan Inflasi, IMF Sebut Eropa Berpotensi Mengalami Resesi Lebih Dalam
Target tingkat literasi keuangan yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No. 50 tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen sebesar 35 persen juga telah terlampaui.
“Dengan program yang sudah terencana dengan baik dan tepat sasaran, OJK akan dapat mencapai target inklusi keuangan sebesar 90 persen tahun 2024, sesuai dengan yang diamanatkan dalam Perpres Nomor 114 Tahun 2020 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif,” jelasnya.