Selain Harga Semakin Kompetitif, Energi Surya Dinilai Bersih dan Berlimpah
Sementara dalam laporan terbaru berjudul Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023 yang dikeluarkan IESR menilai penetapan patokan harga tertinggi
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- International Solar Alliance (ISA) mengaku bangga dapat bekerja sama dengan Institute for Essential Services Reform (IESR) untuk menjadikan listrik tenaga surya sebagai sumber energi pilihan di seluruh dunia.
Director General International Solar Alliance Ajay Mathur mengatakan, energi surya merupakan sumber energi yang potensial untuk dikembangkan menimbang harga teknologinya semakin kompetitif.
"Energi surya merupakan sumber energi bersih yang tersedia secara berlimpah, dan juga krusial untuk mendorong aksi iklim internasional karena biayanya yang menurun dengan cepat,” ujar Mathur dalam acara "Shine Bright: Advancing G20 Solar Leadership", Kamis (27/10/2022).
Baca juga: Bukit Asam Ekspansi Pengembangan Energi Terbarukan PLTS dan PLTB
Sementara dalam laporan terbaru berjudul Indonesia Solar Energy Outlook (ISEO) 2023 yang dikeluarkan IESR menilai penetapan patokan harga tertinggi pada Perpres Nomor 112 Tahun 2022 dapat memberikan ruang lebih leluasa bagi pengembang untuk mengajukan penawarannya.
Peneliti, Spesialis Teknologi & Material Fotovoltaik IESR dan Penulis Utama ISEO 2023 Daniel Kurniawan mengungkapkan, Perpres ini telah dirancang sejak 2019 dan mulanya mempertimbangkan instrumen feed-in-tariff untuk mendorong perkembangan energi terbarukan, khususnya skala kecil.
"Untuk mendorong implementasi efektif Perpres 112 Tahun 2022, diperlukan mekanisme lelang yang jelas dan transparan, jadwal pelelangan yang teratur dan terencana, serta memberikan kepastian regulasi dan kemudahan perizinan," tuturnya.
Dia menambahkan, ISEO 2023 mencatat bahwa aturan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) masih menjadi salah satu hambatan utama dalam lelang Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di Indonesia.
Berdasarkan Permenperin Nomor 5 Tahun 2017, nilai TKDN minimal barang untuk komponen modul surya harus mencapai minimal 60 persen sejak 1 Januari 2019.
Namun, realisasi nilai TKDN modul surya saat ini baru mencapai 47,5 persen, serta di samping pencapaian nilai TKDN, efisiensi dan harga panel surya domestik masih belum sesuai ketentuan standar bankability pembiayaan internasional.
“Pemerintah perlu meninjau kembali kebijakan ketentuan nilai TKDN modul surya berdasarkan kesiapan industri, sambil mempersiapkan kebijakan industri modul surya jangka panjang untuk dekarbonisasi sistem energi Indonesia,” pungkas Daniel.