IMF Pangkas Perkiraan Ekonomi Asia Menjadi 4 Persen Tahun Ini, Imbas Perlambatan Ekonomi China
IMF mengatakan bahwa pemangkasan itu dipengaruhi oleh pengetatan moneter global, meningkatnya inflasi yang disebabkan oleh perang di Ukraina
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Dana Moneter Internasional (IMF) pada Jumat (28/10/222) memangkas perkiraan ekonomi Asia.
IMF mengatakan bahwa pemangkasan itu dipengaruhi oleh pengetatan moneter global, meningkatnya inflasi yang disebabkan oleh perang di Ukraina, dan perlambatan ekonomi China yang mengurangi prospek pemulihan kawasan itu.
Selain itu, IMF menyebut bahwa inflasi di Asia masih tergolong lemah dibandingkan dengan kawasan lain, tetapi juga memperingatkan bank sentral untuk terus menaikkan suku bunga di tengah ketidakpastian prospek ekonomi regional Asia-Pasifik.
Baca juga: Hadapi Ancaman Inflasi Global, IMF Minta Bank Sentral Kerek Suku Bunga
"Rebound ekonomi Asia telah kehilangan momentum yang kuat awal tahun ini, dengan kuartal kedua yang lebih lemah dari perkiraan," kata Krishna Srinivasan, direktur Departemen Asia dan Pasifik IMF.
"Pengetatan lebih lanjut dari kebijakan moneter akan diperlukan untuk memastikan bahwa inflasi kembali ke target dan ekspektasi inflasi tetap berlabuh dengan baik,” imbuhnya.
Dikutip dari Reuters, Jumat (28/10/2022) IMF memangkas perkiraan pertumbuhan ekonomi Asia menjadi 4,0 persen tahun ini dan 4,3 persen tahun depan, masing-masing turun 0,9 poin dan 0,8 poin dari proyeksi April. Perlambatan tersebut mengikuti ekspansi 6,5 persen pada 2021.
"Ketika efek pandemi berkurang, kawasan ini menghadapi tantangan baru dari pengetatan keuangan global dan perkiraan perlambatan permintaan eksternal," ujar Krishna.
Dia juga menyebut bahwa hambatan terbesarnya adalah perlambatan ekonomi China yang cepat dan luas, yang disebabkan oleh penguncian ketat Covid-19 dan merosotnya harga properti di negara itu.
"Dengan semakin banyaknya pengembang properti yang gagal membayar utang mereka selama setahun terakhir, akses sektor ini ke pembiayaan pasar menjadi semakin menantang," ungkap Krishna.
Baca juga: Dihantui Lonjakan Inflasi, IMF Sebut Eropa Berpotensi Mengalami Resesi Lebih Dalam
"Risiko terhadap sistem perbankan dari sektor real estat meningkat karena eksposur yang substansial,” tambahnya.
Di samping itu, IMF juga memperkirakan pertumbuhan ekonomi China akan melambat menjadi 3,2 persen tahun ini, turun 1,2 poin dari proyeksi April, setelah naik 8,1 persen pada 2021.
Namun, IMF melihat bahwa perekonomian China akan kembali tumbuh 4,4 persen tahun depan dan 4,5 persen pada 2024.