Percepatan Transisi Energi Harus Diimplementasikan dengan Langkah yang Tepat, Cepat dan Terukur
Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika menggelar dialog interaktif dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda yang jatuh pada hari ini,
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika menggelar dialog interaktif dalam rangka memperingati hari sumpah pemuda yang jatuh pada hari ini, Jumat (28/10/2022).
Dalam dialog tersebut, Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika, Iwan Bento Wijaya mengatakan bahwa isu transisi energi merupakan salah satu pilar isu dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 yang akan berlangsung pada 15-16 November 2022 di Bali.
Menurutnya, transisi energi tidak lepas dari landasan sosiologis mengenai konsep keadilan sosial kepada seluruh masyarakat indonesia hingga daerah tertinggal, terdepan dan terluar dalam menikmati energi.
Baca juga: Gagas Energi Distribusikan Gaslink ke Pabrik PT Garam di Gresik
Dia kemudian menjelaskan bahwa Isu transisi energi itu dilatarbelakangi oleh adanya semangat dunia pada penandatanganan perjanjian Paris di tahun 2016 (High-Level Signature Ceremony for the Paris Aggrement).
"Menindaklanjuti Paris Aggrement pada tahun 2017 Bank dunia menstop pendanaan bisnis bahan bakar fosil di tahun 2019, serta Presiden Joko Widodo mengatakan pada pidatonya di acara KTT PBB 1 November 2021 terkait perubahan Iklim yaitu sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi Indonesia akan mencapai karbon net pada tahun 2030," kata Iwan.
Iwan kemudian menjelaskan mengenai berbagai macam potensi Indonesia dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan melakukan penguatan industri hulu dan hilir dalam pengembangan EBT.
Pengembangan itu, kata dia dimulai dari industrial bahan baku EBT, melakukan percepatan infrastruktur hukum Transisi Energi guna memberikan kepastian hukum dalam menciptakan iklim iventasi yang baik hingga penerapan dan problematika gagasan power wheeling.
Namun Iwan menegaskan, bahwa percepatan transisi energi bukan hanya sebuah ide tapi juga harus diimplementasikan dengan langkah-langkah yang tepat, cepat dan terukur, dimulai dari pemetaan wilayah penghasil EBT dan wilayah-wilayah penghasil mineral penunjang EBT.
Baca juga: Selain Harga Semakin Kompetitif, Energi Surya Dinilai Bersih dan Berlimpah
"Hal ini berguna untuk melakukan pemetaan dari supply, demand dan rantai pasok komuditi EBT serta melakukan penguatan hulu dan hilir komoditi mineral penunjang EBT sehingga EBT merupakan komuoiti yang efesien dan terjangkau serta membumi untuk setiap warga negara,” tutur Iwan.
Di sisi lain, lanjutnya, penguatan hulu dan hilir pada proses transisi energi harus berbanding lurus dengan kepastian hukum yang berlaku, yakni Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112/2022 tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan.
Dalam Perpres tersebut, disebutkan bahwa penyediaan tenaga listrik adalah salah satu komitmen pemerintah dalam menciptakan kepastiaan hukum pada proses transisi energi.
Namun, terkait pengaturan harga untuk tenaga listrik yang bersumber dari EBT serta konversi energi sedang dalam tahap pembahasan oleh pemerintah, dengan bentuk Rancangan Undang-Undang Energi Baru Energi Terbarukan (RUU EBT).
Sejauh ini, RUU EBT tersebut merupakan tindak lanjut dalam kepastian hukum melalui gagasan power wheeling (penggunaan jaringan listrik bersama) dan insentif, yang sekaligus bentuk kehadiran negara dalam pemenuhan energi pada setiap warga negara.
"Gagasan power wheeling yang yang terdapat pada RUU EBT adalah bentuk kemajuan peradaban masyarakat dan negara dan menciptakan rasa keadilan sosial kepada setiap warga negara dalam memperoleh energi, dimana negara hadir dalam mewujudkan dan memenuhi kebutuhan energi pada setiap warga negara," ujar Iwan.