Rencana Akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu Dikhawatirkan Dapat Menekan Kinerja Keuangan PTBA
Nilai akuisisi PLTU mencapai 800 juta dolar AS, jika dengan asumsi menggunakan kurs dollar Rp 15.500 per dolar AS maka mencapai Rp12,4 triliun.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana akuisisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) oleh PT Bukit Asam (PTBA), dinilai dapat memberatkan keuangan dan ganggu operasional dari PTBA.
Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan mengatakan, nilai akuisisi tersebut mencapai 800 juta dolar AS, jika dengan asumsi menggunakan kurs dollar Rp 15.500 per dollar AS, nilai transaksi setara dengan Rp 12,4 triliun.
"Jumlah tersebut setara dengan 55 persen modal PTBA yaitu Rp 22,7 triliun. Jika mengacu kepada laporan keuangan semester I tahun 2022, ini akan berdampak terhadap penurunan pembagian dividen PT BA kepada investor sehingga berdampak negatif terhadap harga saham PTBA di bursa," kata Mamit yang dikutip dari Kompas.com, Selasa (31/10/2022).
Baca juga: Tiga PLTU Siap Dipensiun Dini, Mekanismenya Dibahas Bareng ADB dan World Bank
Menurutnya, akuisisi ini berpotensi didanai oleh kas PTBA, dengan nilai yang sangat besar sekali.
Di sisi lain, saat ini lembaga pembiayaan lebih tertarik untuk memberikan pinjaman kepada pekerjaan yang mengarah ke green energy dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca.
"Meskipun akuisisi ini dalam rangka mempercepat pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu, tapi tetap pada prinsipnya akusisi ini adalah ke arah energi fosil dalam hal ini batu bara. Akan sulit untuk mendapatkan pinjaman bagi PTBA terkait dengan rencana ini," jelas dia.
Mamit berharap, di tengah kinerja keuangan PTBA yang bertumbuh saat ini, akuisisi PLTU seharusnya tidak mengganggu kinerja selanjutnya, akibat akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu yang tidak sesuai dengan core bisnis PTBA.
“Naiknya harga komoditas batu bara, akan langsung anjlok karena ambisi yang tidak sesuai dengan core bisnis dari PTBA sebagai produsen batu bara, bukan pemain di pembangkit listrik. Karena sesuatu yang bukan bidangnya kemudian dipaksa dilakukan, maka pasar menilai negatif dan investor akan lari sehingga keuangan PT BA akan terganggu,” ujar Mamit.
Rencana akuisisi itu juga dikhawatirkan akan menghalangi keandalan PTBA dalam menyalurkan listrik ke masyarakat karena mereka tidak pernah mengoperasikan pembangkit secara langsung.
Ia pun menyebut, hal ini bisa mengganggu kinerja operasional PTBA dalam meningkatkan produksi batu bara ditengah tingginya harga batu bara saat ini.
"Jangan sampai nanti masyarakat yang dikorbankan dengan kurangnya pengalaman PTBA di pembangkitan. Padahal kita tahu bahwa listrik saat ini merupakan komponen utama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat," tegas Mamit. (Kiki Safitri/Kompas.com)