25.700 Karyawan Terkena PHK di Industri Sepatu, Aprisindo: Akan Semakin Besar Jumlahnya
Penurunan pesanan juga terjadi di negara-negara pengekspor alas kaki lainnya seperti Vietnam dan China.
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) masih terus berlangsung, di mana jumlah pekerja di industri persepatuan sudah terpangkas lebih dari 25 ribu orang.
Ketua Umum Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Eddy Widjanarko mengatakan, tercatat data yang ada telah terjadi PHK terhadap 25.700 karyawan.
"Namun, ini jumlahnya akan semakin besar sebab angka itu baru 10 persen dari total karyawan yang terancam mengalami PHK," kata Eddy yang dikutip dari Kompas.com, Kamis (17/11/2022).
Baca juga: Badai PHK Benar-benar Terjadi, Amazon Pecat 10.000 Karyawan Pekan Ini
Ia menjelaskan, berdasarkan hasil pertemuannya dengan para pengusaha sepatu merek Nike, Reebok, dan Adidas, merek internasional tersebut menurunkan 50 persen pesanannya karena sedang mengalami kesulitan penjualan.
"Di dalam pertemuan kita dengan orang Nike, Reebok, dan Adidas, mereka mengatakan 30 tahun mereka bisnis, tidak pernah sekalipun mengalami kesulitan penjualan kecuali tahun ini," katanya.
Hal ini pun kata dia, membuat stok produk mereka di negara tujuan ekspor masih sangat besar sehingga mau tak mau harus menurunkan pemesanan dari pabrik-pabrik di Indonesia.
Lebih lanjut Ia menyampaikan, penurunan pesanan juga terjadi di negara-negara pengekspor alas kaki lainnya seperti Vietnam dan China.
Eddy mengatakan, kedua negara tersebut kini mengajukan kepada pemerintahnya agar bisa dilakukan pengurangan jam kerja semula 40 jam kerja per minggu menjadi 25-30 jam.
Ia mengaku beberapa perusahaan sebetulnya sudah melakukan langkah tersebut.
Namun demikian, dia ingin pemerintah memberikan kelonggaran kepada pihaknya agar bisa hanya menggaji karyawannya berdasarkan pro rata jam kerja.
Baca juga: Kemenaker Diminta Buat Aturan Jam Kerja Fleksibel Cegah PHK, Pengusaha: Tidak Bekerja Tidak Dibayar
"Kalau bahasa medianya itu, no work no pay. Tapi sebetulnya bukan itu, kita ingin meminta satu kelonggaran pada masa ini untuk bisa mengurangi jam kerja supaya kita tidak melakukan PHK," kata Eddy.
Menurut dia itu adalah jalan keluar yang tak mungkin dihindari. Sebab, ia menilai karyawan saat ini tidak bekerja dengan penuh, yakni hanya bekerja setengah hari atau 70 persen dari biasanya karena total order yang tidak mencukupi. (Elsa Catriana/Kompas.com)