Anggota Komisi IX DPR Minta Penetapan UMP 2023 Harus Disesuaikan Kondisi Masyarakat
Komponen upah perlu mempertimbangkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ada dalam beberapa waktu terakhir.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi PKS, Alifudin, meminta penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2023 sesuai dengan kondisi real yang dihadapi oleh masyarakat, khususnya rakyat kecil.
Menurutnya, komponen upah perlu mempertimbangkan laju inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang ada dalam beberapa waktu terakhir.
"Harapan kita penetapan UMP tetap memperhatikan situasi yang ada. Meskipun mungkin kenaikan upah tidak akan terlalu signifikan," ucap Alifudin dalam keterangan yang diperoleh, dikutip Senin (28/11/2022).
"Oleh sebab itu, perlu terobosan kebijakan lain dari Pemerintah, semisal berbentuk bantuan bakan bakar atau bahan pangan itu akan lebih terasa," sambungnya.
Baca juga: Terakhir Pengumuman UMP 2023, Dibatasi Maksimal 10 %, Akademisi: Seharusnya Pengusaha Tak Terbebani
Alifudin juga mengapresiasi langkah yang diambil oleh Menteri Ketenagakerjaan yang menetapkan maksimal kenaikan upah di angka 10 persen.
Menurutnya, angka ini adalah jalan tengah yang tak merugikan bagi buruh, tetapi masih rasional bagi pengusha.
"Standar upah minimum yang digunakan oleh para pengusaha atau pelaku industri jelas dinilai rendah oleh para buruh/karyawan," papar Alifudin.
"Oleh karenanya, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 merupakan terobosan yang bisa menjadi jalan tengah antara keinginan buruh dan kapasitas pengusaha. Meskipun, sekali lagi, tidak maksimal," lanjutnya.
Yang terakhir, sambung Alifudin, dirinya berharap agar penetapan UMP 2023 menguntungkan seluruh pihak, khususnya rakyat kecil.
"Kami mengharapkan setiap keputusan benar-benar memperhatikan aspirasi rakyat," tukasnya.
Terakhir Pengumuman Hari Ini
Pengumuman upah minimum provinsi (UMP) 2023 paling lambat diumumkan pada hari ini oleh para gubernur, Senin (28/11/2022).
Hal itu sesuai dengan Peraturan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022, di mana penetapan dan pengumuman UMP 2023 yang sebelumnya paling lambat 21 November 2022, kemudian diperpanjang menjadi 28 November 2022.
Sedangkan UMK sebelumnya paling lambat 30 November 2022, menjadi 7 Desember 2022.
Permenaker itu juga mengatur jika kenaikan UMP 2023 maksimal 10 persen.
Poin terakhir inilah yang diprotes buruh dan juga kalangan pengusaha. Pihak buruh menginginkan kenaikan UMP 2023 di atas 10 persen. Sedangkan pengusaha menilai aturan itu menimbulkan dualisme kebijakan.
Ketua Umum Kadin Arsjad Rasjid menyatakan, pihaknya akan melakukan uji materi terhadap aturan itu ke Mahkamah Agung (MA).
Arsjad mengatakan, gugatan itu dilayangkan karena kalangan pengusaha tetap ingin berpegang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan yang merupakan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja.
Menurutnya, PP 36/2021 itu mencerminkan stabilitas investasi, kesejahteraan pekerja, dan keadilan bagi pengusaha.
"Untuk memastikan agar kebijakan tersebut tidak kontraproduktif, maka Kadin bersama dengan Asosiasi Pengusaha dan seluruh perusahaan anggota Kadin terpaksa akan melakukan uji materi terhadap Permenaker Nomor 18/2022," kata Arsjad yang dikutip dari Kompas TV.
Baca juga: Besaran UMP Aceh 2023: Naik 7,8 Persen dari Tahun 2022, Berikut Nominalnya
"Namun, apa pun hasilnya, pelaku usaha siap mematuhinya," ujarnya.
Perbedaan dasar hukum untuk menghitung kenaikan UMP 2023 ini terlihat salah satunya di DKI Jakarta.
Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi (Kadis Naker) DKI Jakarta Andri Yansyah menyampaikan, usulan dari pemprov adalah naik 5,6 persen.
"Saat sidang dewan pengupahan, unsur pemerintah mengusulkan sesuai dengan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 18 tahun 2022, menggunakan alfa 20 persen, setara dengan Rp4.901.798 atau naik 5,6 persen," kata Andri beberapa waktu lalu.
"Kalau dari Kadin mengusulkan besaran UMP itu sudah mengikuti Permenaker 18 2022, tetapi dia mengambil alfa yang 10 persen, karena itu kan ada alfa 10, 20,30. Dia mengusulkan di angka Rp4.879.053 atau 5,11 persen," ucapnya.
Adapun usulan yang disampaikan oleh buruh sebesar 10,55 persen atau sebesar Rp5.151.000. Sedangkan, perwakilan Apindo tetap kukuh menjadikan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2021 tentang Pengupahan sebagai dasar perhitungan UMP 2023 mengusulkan kenaikan 2,62 persen.
"Unsur Apindo, mereka mengusulkan di angka 2,62 sesuai dengan perhitungan PP 36 tahun 2021. Kisaran nya Rp4.763.293," ujarnya.
Begitu juga di Jawa Barat. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menyatakan, nilai UMP Jabar 2023 akan naik jika dibandingkan tahun lalu. Meskipun ada perbedaan persentase kenaikan antara buruh dan pengusaha.
"Buruh minta 12 persen (naiknya), pengusaha minta enam persen. Nanti kita lihat ya, tapi intinya naik," kata Ridwan Kamil di Bandung, seperti dikutip dari Antara.
Sebelumnya Pemprov Jabar resmi menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP) Tahun 2022 sebesar Rp1.841.487,31 dan jumlah tersebut mengalami kenaikan sebesar 1,72 persen jika dibandingkan dengan nilai UMP Tahun 2021.
Formula kenaikan UMP juga seiring dengan instruksi dari Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker).
"Sedang dibahas, pokoknya sesuai jadwal. Intinya ada kenaikan signifikan dibanding dengan tahun lalu," ujarnya.