Jelang Rights Issue, BTN Kantongi Laba Bersih Rp2,49 Triliun Per Oktober 2022
BTN meraup laba bersih Rp2,49 triliun pada akhir Oktober 2022, naik 44,43% dibandingkan Oktober 2021 senilai Rp1,72 triliun menjelang rights issue.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Selain kinerja yang solid serta strategi bisnis yang menitikberatkan pada risk adjusted return yang baik, Tirta juga menilai yang tak kalah penting dari aksi korporasi BBTN adalah dana right issue akan memperkuat permodalan BBTN.
“Setelah right issue dilakukan, maka tier-1 capital BBTN bisa mencapai lebih dari 15% dan CAR BBTN bisa mencapai 20,6%. Ini akan membawa BBTN dari sisi permodalan bisa setara dengan bank-bank KBMI IV” ujar Tirta.
“Jangan lupa juga suntikan dana segar ini bisa semakin menyehatkan BBTN dari sisi likuiditas. Dengan kenaikan GWM serta suku bunga acuan, maka bank-bank akan cenderung berkompetisi untuk mendapatkan funding dengan cara menaikkan suku bunga deposito. Namun kalau right issue berhasil kan BBTN tidak perlu sampai harus agresif menaikkan suku bunga dan dananya bisa digunakan untuk ekspansi di core bisnis BBTN yakni KPR jadi NIM BBTN bisa semakin naik” katanya.
Dampak positif setelah right issue nantinya diharapkan membuat kinerja BBTN akan semakin mirip dengan bank-bank KBMI IV. Melihat harga saham bank-bank KBMI IV yang menguat sepanjang tahun ini, Tirta memandang saham BBTN sudah masuk kategori saham undervalued alias salah harga.
Tirta mematok Target Price untuk BBTN di 2.300/saham. Dengan target price tersebut artinya ada potensi upside sebesar 50% dari harga penutupan kemarin Rp 1.530/saham.
Sementara itu, Analis Bahana Sekuritas Yusuf Ade Winoto dan Nathania Giovanna memberikan rekomendasi beli untuk saham BBTN dengan target harga 12 bulan pada Rp 1.950. Target harga dari Bahana tersebut setara dengan 0,75x nilai buku (price to book value) atau di bawah 1x nilai buku.
Menurut Yusuf dan Nathania permintaan KPR BTN akan tetap kuat, yang didorong oleh fokus pemerintah dalam penyaluran subsidi perumahan. Ini kemudian akan tetap menjaga tingkat pertumbuhan pendapatan perusahaan.
Pada periode 2016 sampai 2021, subsidi pemerintah ke sektor perumahan terus meningkat dengan tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (compounded annual growth rate/CAGR) sebesar 41,2 persen. Untuk 2022, anggaran subsidi meningkat 13,1 persen menjadi Rp 25,53 triliun, dan untuk 2023 indikatif anggaran subsidi perumahan meningkat 16,8 persen menjadi Rp 29,53 triliun.
"BBTN menjadi penerima manfaat utama dari pertumbuhan anggaran perumahan subsidi karena porsi KPR subsidi mencapai 48 persen dari total KPR BBTN," tulisnya dalam risetnya pekan lalu.
Selain itu, BBTN juga bisa mengamankan porsi terbesar dari KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) karena memiliki hubungan yang kuat dengan pengembang, khususnya pengembang perumahan murah. Faktor lainnya adalah pengalaman panjang di bisnis KPR, proses bisnis yang mapan dan mencapai skala ekonomi yang tinggi serta nasabah yang besar dan setia.
Riset Bahana juga menyatakan, BBTN juga diuntungkan oleh tren yang kuat dari permintaan KPR. Ini tercermin dari rasio KPR terhadap produk domestik bruto (PDB) meningkat secara bertahap, dari 2,5% pada 2011 menjadi 3,5% pada 2021.
Di industri perbankan KPR juga terus meningkat secara konsisten dengan CAGR 11,6% pada periode 2011-2021. Selain itu, BTN berhasil mendongkrak pangsa pasar di industri KPR, dari 24,6% di tahun 2011 menjadi 37,4% di tahun 2021.
BalasTeruskan