Airbus Akan Uji Coba Mesin Bertenaga Hidrogen di Pesawat A380 pada 2026
Aibus akan memasang mesin bertenaga hidrogen di antara sayap dan ekor pesawat superjumbo A380 yang dimodifikasi.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, PARIS – Airbus, produsen pesawat terbang yang berbasis di Toulouse, Prancis, mengatakan bahwa saat ini pihaknya sedang dalam tahap pengembangan mesin bertenaga hidrogen.
Dalam sebuah acara Airbus Summit 2022 yang berlangsung pada 30 November lalu, pihaknya merencanakan untuk memasang mesin bertenaga hidrogen tersebut di antara sayap dan ekor pesawat superjumbo A380 yang dimodifikasi.
Dikutip dari CNN, uji coba penerbangan itu akan dilakukan pada 2026, sebagai bagian dari inisiatif Airbus ZEROe untuk meluncurkan pesawat tanpa emisi pada 2035.
Baca juga: Indonesia Kini Jadi Pasar Utama Bisnis Luar Angkasa Airbus
“Dalam hal aerodinamika, A380 adalah pesawat yang sangat stabil. Jadi pod yang dipasang di badan pesawat belakang melalui stub tidak menimbulkan banyak masalah,” kata Mathias Andriamisaina, kepala demonstrasi dan pengujian ZEROe di Airbus.
Sebelumnya, perusahaan itu juga telah mengungkap prototipe untuk pesawat yang menggunakan bahan bakar hidrogen cair, tetapi wakil presiden Zero-Emission Aircraft Glenn Llewellyn menyarankan sel bahan bakar saja mungkin cukup untuk memberi daya pada pesawat komersial yang lebih kecil.
Seperti diketahui, hidrogen telah lama disebut-sebut sebagai alternatif berkelanjutan untuk bahan bakar pesawat tradisional, baik sebagai bahan bakar yang mudah terbakar atau digunakan untuk menghasilkan listrik melalui sel bahan bakar.
Hingga saat ini, industri penerbangan telah menghasilkan 2,8 persen dari emisi CO2 global, tetapi juga menghadapi tantangan yang lebih berat daripada sektor lain khususnya dalam hal dekarbonisasi.
Hidrogen hijau umumnya diperoleh melalui elektrolisis air dan menggunakan tenaga listrik untuk memisahkan air menjadi hidrogen dan oksigen.
Sementara itu, hidrogen "abu-abu" menggunakan listrik tak terbarukan, sedangkan hidrogen "biru" mirip dengan abu-abu, tetapi menangkap sebagian besar karbon yang dipancarkan dalam produksi.
Lantas, banyak pihak beranggapan bahwa hidrogen hijau merupakan opsi terbersih, ramah lingkungan, dan berkelanjutan.