Saham GOTO Makin Jeblok, 11 Hari Perdagangan Merosot, DPR Akan Panggil Direksi Telkom dan Telkomsel?
Jebloknya harga saham GOTO telah dimulai sejak 21 November 2022, di mana saham teknologi tersebut ditutup merosot 5,41 persen ke level Rp210 per saham
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Harga saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) semakin jeblok, menjauhi harga saat pelaksanaan penawaran umum perdana saham (IPO) di level Rp338 per saham.
Pada awal perdagangan hari ini, Senin (5/12/2022), saham GOTO dibuka langsung menyentuh level terendah atau auto reject bawah (ARB) ke posisi Rp123 per saham atau merosot 6,82 persen dari posisi penutupan perdagangan kemarin Rp132 per saham.
Jebloknya harga saham GOTO telah dimulai sejak 21 November 2022, di mana saham teknologi tersebut ditutup merosot 5,41 persen ke level Rp210 per saham.
Sejak saat itu hingga hari ini, saham GOTO tidak pernah menghijau atau menguat.
Baca juga: Investasi Telkomsel ke GOTO Diduga Merugi Ekonom: Usut yang Dulu Paksakan Penyertaan Modal
Bahkan, pergerakan saham GOTO kini terus menyentuh level ARB sejak 28 November 2022.
Kemerosotan tajam harga saham GOTO terjadi setelah berakhirnya masa lock up period pada 30 November 2022. Banyak investor menjual saham GOTO di bawah harga pasar setelah penurunan tersebut.
Tercatat, ada transaksi crossing GOTO di bawah harga reguler. Ada transaksi penjualan 8,24 miliar saham GOTO lewat jasa Mandiri Sekuritas di harga Rp 101 per saham.
Nilai total transaksi penjualan saham GOTO dengan harga murah ini mencapai Rp 831,89 miliar.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia Irvan Susandy menuturkan, ramainya transaksi GOTO di pasar negosiasi bukan karena diskon biaya transaksi bursa.
“Ada syarat-syarat tertentu untuk pemberian diskon transaksi di pasar negosiasi sebagaimana dalam surat edaran yang telah dikeluarkan,” kata Irvan yang dikutip dari Kontan.
Irvan bilang pengajuan permohonan diskon biaya transaksi tidak bisa dilakukan oleh investor, yang bisa mengajukan adalah anggota bursa atau pihak sekuritas.
Direktur Equator Swarna Capital Hans Kwee menilai, saham GOTO yang memerah beberapa hari hari terakhir di tengah isu lock up period lebih didorong penjualan investor ritel.
Investor lama dan yang membeli di waktu intial public offering (IPO) biasanya sudah memahami risiko bisnis dan punya horizon investasi yang lama.
“Sehingga, menjual saham teknologi di periode bunga mulai naik dan cenderung tinggi adalah tidak tepat. Harga saat ini tidak optimal bagi investor karena masalah sentimen ekonomi. Investor yg lama berinvestasi di GOTO pasti lebih sabar menanti harga saham lebih optimal,” kata Hans.
Sementara analis MNC Sekuritas Andrew Susilo menyarankan, investor untuk mencermati teknikal saham GOTO, terutama jika sudah memasuki fase jenuh jual (oversold).
Baca juga: Penjualan Saham IPO GOTO Usai Periode Lock Up Berakhir Disebut Terburuk Tahun Ini
“Tidak mungkin harga bergerak hanya satu arah, pasti ada titik baliknya. Ini justru peluang yang bagus. Lagipula, selama pelanggan naik Gojek, memesan GoFood, belanja di Tokopedia dan membayar menggunakan Gopay, maka tidak perlu khawatir berlebihan,” katanya.
Konsensus Bloomberg hingga saat ini menunjukkan sebanyak 11 dari 20 analis dalam memiliki target rata-rata harga saham ini selama 12 bulan di level Rp 292,88 per saham.
Harga tersebut 125 persen lebih tinggi dibandingkan harga pada penutupan Jumat siang sebesar Rp 132 per saham (2/11).
Dengan situasi saat ini, 11 analis tersebut merekomendasikan beli saham GOTO. Sementara empat analis menyarankan hold dan 5 analis dalam konsensus Bloomberg itu lebih merekomendasikan jual kepada investor.
Sementara itu para investor yang telah berinvestasi di GOTO menilai penurunan yang terjadi pada saham GOTO dalam beberapa hari ini lebih dipengaruhi oleh reaksi berlebihan pasca lock up periode berakhir.
Selain itu sentimen negatif yang masih terjadi pada saham-saham teknologi di seluruh dunia ikut mempengaruhi keputusan investor untuk melepas sahamnya.
Buka Kemungkinan Dipanggil DPR
Anggota Komisi VI DPR RI, Amin Ak mengatakan, pihaknya bersama para Anggota Komisi VI membuka kemungkinan untuk memanggil Direktur Utama PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk dan PT Telekomunikasi Selular alias Telkomsel.
Pemanggilan ini terkait polemik investasi Telkomsel ke perusahaan rintisan PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
Sejumlah kalangan menilai langkah investasi itu janggal, sarat konflik kepentingan, hingga berpotensi merugikan negara.
"Terkait sampai saat ini (dugaan) kerugian akibat investasi, Panitia Kerja Investasi Komisi VI memandang soal rugi atau untung nanti perjalanan waktulah yang membuktikannya," ucap Amin kepada Tribunnews, Senin (5/12/2022).
"Bilamana diperlukan, tentu saja kami akan memanggil Direksi Telkom maupun Telkomsel untuk meminta penjelasan terkait perkembangan maupun dampak dari investasi ini terhadap bisnis Telkomsel," sambungnya.
Namun untuk saat ini, lanjut Amin, pihaknya masih berpegang teguh pada hasil rapat Panitia Kerja (Panja) Investasi yang telah digelar pada Juni dan Agustus 2022 lalu.
Bahwa Panja menyimpulkan investasi tersebut secara prinsip tidak melanggar aturan bisnis.
Baca juga: Saham GOTO dan ARTO Sentuh ARB, Investor Harus Jual atau Tahan?
Menurut Amin, berdasarkan penjelasan Direksi Telkomsel kepada Panja Investasi Komisi VI, investasi Telkomsel di GOTO dilakukan untuk mendapatkan value jangka panjang.
Yaitu sinergi antara Telkomsel dengan GOTO ke dalam ekosistem digital. Di mana, Telkomsel menilai potensi bisnis perusahaan digital di masa depan sangat cerah.
Selain itu, terkait kerugian yang dialami Telkomsel merupakan Unrealized Loss atau kerugian yang beum terealisasi karena sampai saat ini Telkomsel belum melepas kepemilikan sahamnya di GOTO.
Selain itu, rugi atau tidaknya investasi tersebut juga perlu mencermati nilai manfaat yang didapat Telkomsel dari investasi ke GOTO.
Manfaat tersebut bisa berupa manfaat langsung misalnya dari penggunaan kartu Telkomsel oleh mitra Gojek.
"Artinya ada revenue dari pembelian atau penggunaan paket data Telkomsel oleh mitra serta manfaat jangka panjang berupa terbentuknya ekosistem digital nasional dari kerjasama tersebut, baik mitra Gojek, maupun mitra Tokopedia khususnya pelaku UMKM yang memanfaatkan Tokopedia," pungkas Amin.
Perlu Diusut
Ekonom sekaligus Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan mengungkapkan, GOTO dinilai hanyalah perusahaan yang kelihatannya besar.
"Isi (GOTO) sebenarnya hampa. Bisnisnya tergantung dari ‘bakar duit’. GOTO tidak pernah mendapat untung selama berdiri 10 hingga 12 tahun yang lalu," ucap Anthony dalam keterangannya kepada Tribunnews, Sabtu (3/12/2022).
"Total akumulasi rugi GOTO per 30 September 2022 sudah mencapai Rp99,3 triliun. Sekarang pasti sudah lebih dari Rp100 triliun," sambungnya.
Anthony juga mempertanyakan langkah penyertaan modal PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) terhadap GOTO.
Terlebih sejumlah kalangan menilai langkah investasi itu janggal, sarat konflik kepentingan, hingga berpotensi merugikan negara.
"Anehnya, Telkomsel yang merupakan bagian dari BUMN kok mau membeli saham GoTo yang jelas-jelas sedang rugi, dan kemungkinan besar tidak akan bisa memperoleh untung. Apakah ada yang paksa beli? Siapa? Perlu diusut," tegas Anthony.
"Karena, membeli saham GOTO dengan kondisi perusahaan rugi terus seperti itu, Telkomsel dengan sadar, dan sengaja, melakukan spekulasi, tepatnya gambling, dengan taruhan sebesar nilai pembelian saham Rp6,4 triliun," lanjutnya.
Berdasarkan catatan Anthony, dengan menggunakan harga Rp141 per saham, Telkomsel mengalami rugi Rp3,06 triliun dari investasi di saham GOTO.
Baca juga: IHSG Anjlok 0,48 Persen, Saham GOTO Masih Jadi Pemberat di Pekan Depan?
"Memang rugi ini fluktuatif. Artinya, masih bisa membesar lagi. Karena harga saham GoTo masih sangat mungkin turun lagi. Maka itu, kerugian investasi Telkomsel ini akan menjadi kerugian negara, yang disengaja," papar Anthony.
Padahal, lanjut Anthony, di dalam prospektus GOTO sudah dijelaskan bahwa GOTO tidak bisa memperkirakan prospek bisnisnya di waktu-waktu mendatang.
GOTO dinilai sangat pesimis dapat memperoleh laba, dan sangat pesimis dapat membagikan dividen.
"Secara teori, harga saham perusahaan yang sedang rugi, dengan akumulasi rugi yang sangat besar, dengan prospek bisnis ke depan tidak pasti dan cenderung masih akan rugi, tidak mungkin akan bisa naik," ungkap Anthony.
"Kenaikan harga saham pada kondisi seperti ini patut diduga karena spekulasi atau dimanipulasi," pungkasnya.