Tolak Tawaran Hawkish, Bank Sentral Jepang Pilih Longgarkan Suku Bunga untuk Tahan Inflasi
sikap BoJ bertentangan dengan bank sentral lainya seperti The Fed dan ECB yang saat ini tengah fokus mengambil langkah hawkish
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO – Bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) mengumumkan pelonggaran moneter dengan mempertahankan suku bunga acuannya di level rendah, meski laju inflasi melonjak mencapai posisi tertinggi sejak 1982.
Dimana pada Selasa (20/12/2022), BoJ memutuskan untuk tetap mempertahankan suku bunga rendahnya di minus (-) 0,1 persen, sambil memperluas kisaran fluktuasi imbal hasil obligasi pemerintah, menjadi 50 basis poin dari sebelumnya 25 basis poin.
Kebijakan ini sontak menjadi perhatian publik, lantaran sikap BoJ bertentangan dengan bank sentral lainya seperti The Fed dan ECB yang saat ini tengah fokus mengambil langkah hawkish dengan menaikan suku bunga acuan ke level tertinggi.
Baca juga: Premi Asuransi Ketenagakerjaan Jepang Naik 1,55 Persen Mulai April 2023
Dengan pelonggaran tersebut, likuiditas yang disuntikkan ke perekonomian Jepang menjadi lebih kecil dari biasanya. Kondisi ini membuat para ekonom khawatir apabila, pelonggaran ultra yang diambil BoJ berpotensi mendorong kenaikan laju inflasi. Mengingat selama Oktober kemarin, Jepang mengalami lonjakan inflasi yang tinggi sebesar 3,6 persen secara tahunan (year-on-year/yoy).
Lonjakan inflasi di Jepang terjadi imbas dari adanya kenaikan harga makanan dan bahan baku di tengah melemahnya mata uang yen, hingga memukul perekonomian Jepang selama beberapa bulan terakhir.
Khawatir kondisi ini kian mengerek inflasi ke level tinggi, bank sentral Jepang akhirnya memutuskan untuk mengambil sikap lunak dengan mempertahankan suku bunga acuannya di level terendah.
“Penyesuaian ini dimaksudkan untuk meningkatkan fungsi pasar dan mendorong pembentukan kurva imbal hasil secara keseluruhan, seiring mempertahankan kondisi keuangan yang akomodatif," tutur BoJ.
Pelonggaran seperti ini sebelumnya telah lama diserukan oleh Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda, dimana pada pertemuan di bulan November pihaknya menegaskan akan tetap berpegang pada kebijakan ultra pelonggaran, untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.
Keputusan tersebut membuat Jepang menjadi negara anggota G-20, yang belum menaikkan suku bunga acuannya sejak awal pandemi 2020 lalu.
Baca juga: Kontrol Suku Bunga Jangka Panjang Jepang, BOJ Beli Obligasi Tanpa Batas
Meski imbas pelonggaran ultra ekonomi Jepang menyusut 0,2 persen pada kuartal ketiga 2022. Namun usai BoJ menerapkan sikap dovish pada Selasa pagi nilai tukar yen Jepang sukses menguat tajam.
Dimana pada perdagangan internasional, nilai yen melesat 1,91 persen menjadi 134,26 per dolar AS, mengembalikan kerugian yen Jepang yang beberapa bulan terakhir terus terkoreksi hingga mencapai 15,8 persen terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
Tak hanya itu saham bank Jepang dilaporkan ikut melonjak naik, karena investor mengharapkan peningkatan laba yang lebih besar.
Bloomberg mencatat indeks saham Mitsubishi UFJ Financial Group Inc. naik sebanyak 9,6 persen, jadi yang tertinggi dalam enam tahun. Kenaikan serupa juga dialami oleh saham Mizuho Financial Group yang melonjak 1,5 persen. Efek riak pelonggaran Ultra BoJ juga mendorong kenaikan nilai pada imbal hasil Treasury.
Baca juga: Jepang Bangun Sistem Pertahanan Senilai Rp 4,9 Triliun, Terbesar Sejak Perang Dunia II
Walau pemulihan ekonomi Jepang diproyeksikan melambat, namun Kuroda optimis dengan kebijakan baru ini aktivitas ekonomi dan pertumbuhan negaranya dapat kembali terpacu karena bisnis dan rumah tangga bisa meningkatkan pinjaman ke bank dengan suku bunga yang sangat rendah.