Ada Wacana Perbedaan Tarif KRL 'Si Kaya dan Miskin', DPR Beberkan Dampak Buruknya
Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak mengkritik rencana pemerintah soal perbedaan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) bagi masyarakat kaya dan miskin.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR, Amin Ak mengkritik rencana pemerintah soal perbedaan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) bagi masyarakat kaya dan miskin.
Diketahui, Kementerian Perhubungan berencana mengubah alokasi dana public service obligation (PSO) kepada BUMN transportasi dengan mencabut subsidi bagi sebagian pengguna transportasi publik.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menyebutkan, pencabutan subsidi terutama bagi sebagian pengguna commuter line atau kereta listrik bakal menurunkan minat hijrah pengguna kendaraan pribadi.
Baca juga: Pengamat Transportasi: Subsidi Tarif KRL Jabodetabek Harus Tepat Sasaran
Dampak buruknya, penggunaan kendaraan pribadi akan tetap tinggi, sehingga upaya menurunkan penggunaan BBM atau fossil fuel serta penurunan emisi gas buang sulit berhasil.
Tak hanya itu, kemacetan di wilayah perkotaan akan makin sulit terkendali.
Masyarakat harus menderita kerugian berupa pemborosan biaya BBM, waktu, dan tenaga akibat kemacetan serta risiko kecelakaan lalu lintas.
“Pencabutan subsidi dengan dalih pemberlakuan tarif berdasarkan status sosial ekonomi adalah kemunduran bagi upaya bangsa ini memperkuat pengelolaan trasportasi publik,” ucap Amin dalam keterangan yang diperoleh, Selasa (10/9/2023).
Ia melanjutkan, subsidi pada angkutan umum massal itu merupakan bentuk insentif bagi masyarakat, termasuk mereka yang berkontribusi pada upaya mengatasi kemacetan dan menurunkan polusi udara.
Jika animo untuk beralih ke transportasi itu tinggi, menurut Amin, mestinya pemerintah tidak mensortir siapapun penumpang umumnya.
Baca juga: Wapres Maruf Amin Minta Rencana Penerapan Perbedaan Tarif KRL Orang Kaya Diuji Coba Dulu
Belum lagi persoalan data siapa saja yang nantinya ditetapkan sebagai penerima subsidi.
Amin menilai pemerintah masih punya pekerjaan rumah untuk membenahi manajemen data kependudukan karena seringkali terjadi pemberian bantuan sosial ataupun subsidi yang tidak tepat sasaran.
“Jika persoalan sesungguhnya terkait keterbatasan anggaran, pemerintah mestinya tidak perlu memberikan subsidi untuk kendaraan listrik. Lebih baik dana sebesar Rp5 triliun diberikan untuk perbaikan dan pembenahan transportasi umum,” pungkasnya.
Sebagai informasi sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perhubungan membuka suara terkait adanya wacana kenaikan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) Commuterline di 2023.
Baca juga: Masih Dalam Proses Kajian, Kemenhub Pastikan Tidak Ada Kenaikan Tarif KRL di Tahun 2023