Di Depan Kader PDIP, Jokowi Ingatkan Ancaman Resesi Makin Nyata
Jokowi mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan sepertiga negara di dunia akan terjebak dalam resesi ekonomi.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengingatkan kepada jajaran menterinya untuk membuat kebijakan yang terarah dan terukur karena ancaman resesi sudah di depan mata dan perlu diwaspadai.
Jokowi mengutip data Dana Moneter Internasional (IMF) yang menyatakan sepertiga negara di dunia akan terjebak dalam resesi ekonomi.
"Saya baru saja tadi pagi telepon Menkeu sudah berapa sih negara yang sakit. Ternyata ada 16 negara sudah menjadi pasien IMF karena ambruk ekonominya dan 36 negara antre di depan pintu IMF karena sudah tidak memiliki kekuatan ekonomi," kata Jokowi saat HUT ke-50 PDIP di Jakarta, Selasa (10/1/2023).
Jokowi menjelaskan ekonomi Indonesia pada 2022 masih tumbuh kuat dibanding negara lain.
Menurutnya, ketahanan ekonomi RI karena kebijakan tepat pemerintah dalam membangun infrastruktur, melakukan hilirisasi sumber daya alam, dan melakukan industrialisasi.
"Kita tetap harus hati-hati meskipun tumbuh baik di 2022 jangan keliru ambil kebijakan sehingga membawa kita pada kekeliruan yang besar," kata Presiden.
Di hadapan ribuan kader PDIP, Jokowi menegaskan turbulensi ekonomi di tahun 2023 akan semakin dirasakan.
Namun Kepala Negara optimistis Indonesia bisa melewati guncangan krisis global seperti halnya menghadapi krisis moneter 1997-1998.
Jokowi menyatakan Indonesia juga menjadi negara yang belum meminta bantuan dana dari IMF.
Hal itu berkat perhitungan yang matang dari pemerintah dan membangun fondasi ekonomi.
"Saya tidak ingin menakut-nakuti tetapi ini harus kita jaga bersama-sama," kata Jokowi.
Jangan Ciut
Presiden Jokowi memberikan pesan khusus kepada calon penerusnya nanti agar berani mempertahankan kepentingan bangsa dan negara.
Hal ini berkaitan masalah gugatan Uni Eropa terhadap larangan ekspor nikel di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Saya ingin presiden ke depan juga berani melanjutkannya, tidak gampang ciut nyali, tidak gentar,” ujar Jokowi.
Baca juga: Ekonom Prediksi Resesi Inggris pada Tahun Ini Hampir Separah Rusia
Menurutnya, larangan ekspor nikel memberikan lompatan besar bagi nilai tambah yang diterima negara dari Rp 17 triliun menjadi Rp 360 triliun.
Jokowi meyakini angkanya bisa ratusan kali lipat jika sudah menjadi ekosistem baterai dan mobil listrik.
Namun yang menjadi persoalan saat ini adanya gugatan dari Uni Eropa terhadap larangan nikel di mana Indonesia diputuskan kalah di WTO.
Baca juga: Alan Greenspan: AS Tak Bisa Hindari Resesi Jika The Fed Terus Ambil Langkah Hawkish
"Tapi saya sampaikan ke Menteri Luar Negeri jangan mundur karena ini akan jadi lompatan besar peradaban negara kita, saya yakin itu terus kita banding," tuturnya.
"Kalau banding kalah, saya tidak tahu ada upaya apa lagi yang bisa kita lakukan,” sambung Jokowi.
Apabila Indonesia hanya melakukan ekspor bahan mentah mineral, selamanya Indonesia akan menjadi negara yang berkembang.
Jokowi tidak mengharapkan itu dan pemerintah tidak akan gentar menghadapi gugatan.
"Pemerintah justru akan terus melanjutkan larangan ekspor untuk bahan mentah bauksit pada Juni 2023 mendatang," ujarnya.
Baca juga: Ancaman Resesi 2023 Kian Nyata, Ekonom Ingatkan Bank Sentral Agar Perketat Kebijakan Makro
Larangan ekspor bauksit ini juga diperkirakan memberi nilai tambah kepada negara dari sekitar Rp 20 triliun menjadi sekitar Rp 60-70 triliun.
“Walau kita ditakut-takuti soal nikel kalah di WTO justru kita setop bauksit pertengahan tahun mungkin tambah lagi setop tembaga,” ujarnya. (Tribun Network/Reynas Abdila)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.