Wakil Ketua MPR: Bangkitkan Optimisme untuk Hadapi Ketidakpastian Perekonomian Global
Menurutnya, untuk mencapai pertumbuhan sesuai yang diperkirakan diperlukan optimisme dalam menghadapi sejumlah tantangan.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Muhammad Zulfikar

Namun, kondisi tersebut akan lebih permanen dan ekonomi global tidak akan sama seperti sebelumnya. Rezim efesiensi akan bergeser pada upaya agar resiliensi.
Menurut Agustinus, ada beberapa hal yang akan menekan pasar likuiditas Indonesia, antara lain disebabkan nilai tukar mata uang yang cukup tinggi di kisaran Rp15.000 per dollar AS, cadangan devisa terkuras untuk tekan dinamika pasar.
Meski begitu, tegasnya, sektor perdagangan kita diuntungkan karena ada peningkatan demand komoditas.
Sejumlah upaya seperti relokasi investasi dan hilirisasi akan mendukung perekonomian Indonesia lebih resiliensi.
Kepala Ekonom PT. Bank Central Asia, David Sumual mengungkapkan komoditas akan mempengaruhi perekonomian Indonesia.
Batubara, ujar David, masih jadi tumpuan pertumbuhan komoditas sepanjang 2022, neraca transaksi berjalan cukup besar berkisar 0,5%-1, 3%.
"Harga komoditas Indonesia sangat baik, tetapi hasil ekspornya belum maksimal," ujar David.
Bahkan, tambah David, akan ada aturan baru dari pemerintah yang mengatur berapa lama eksportir memarkir dolarnya di dalam negeri untuk memperkuat likuiditas di dalam negeri.
Tantangan ekonomi Tiongkok yang melambat akan mempengaruhi permintaan terhadap komoditas kita.
Baca juga: Resesi di Depan Mata, Bank Dunia Pangkas Proyeksi Ekonomi Global Jadi 1,7 Persen di 2023
Meski begitu David menilai fundamental ekonomi nasional cukup baik, sehingga bila di luar negeri berpotensi terancam resesi di dalam negeri hanya terjadi perlambatan.
Pada 2023, menurut David, masih merupakan masa pemulihan ekonomi pascapandemi, sehingga wajar bila terjadi perlambatan. "Mudah-mudahan angin yang datang ke Indonesia sepoi-sepoi saja, bukan badai ekonomi," ujar David.
Senior Research Analyst PT Reliance Sekuritas Indonesia Tbk, Lukman Hakim menilai pasar saham dalam negeri masih fluktuatif.
"Cukup tertekan setelah Lebaran tahun lalu, kemudian mulai bangkit dan Indonesia diuntungkan pertumbuhan sektor batubara, sehingga dampak krisis geopolitik tidak terasa secara signifikan," ujar Lukman.
Diakui Lukman, saat ini pergerakan IHSG masih mencari arah dan diperkirakan tahun ini pasar saham sektor energi agak tertekan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.