Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Harga Minyak Bervariasi di Tengah Melemahnya Pertumbuhan Ekonomi China

Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 60 sen atau 0,8 persen menjadi 79,26 dolar AS pada awal perdagangan hari ini.

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Harga Minyak Bervariasi di Tengah Melemahnya Pertumbuhan Ekonomi China
Finance and Markets
Harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 60 sen atau 0,8 persen menjadi 79,26 dolar AS pada sesi awal perdagangan Selasa (17/1/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, MELBOURNE – Harga minyak mentah bervariasi pada sesi awal perdagangan Selasa (17/1/2023), usai China membukukan pertumbuhan ekonomi terlemahnya dalam hampir setengah abad, sementara perubahan kebijakan Covid di akhir 2022 masih mendukung harapan pemulihan permintaan bahan bakar negara itu tahun ini.

Dilansir dari Channel News Asia, harga minyak mentah Brent berjangka naik 16 sen atau 0,2 persen menjadi 84,62 dolar AS, memulihkan sebagian dari penurunan 1 persen dari sesi sebelumnya.

Sedangkan harga minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 60 sen atau 0,8 persen menjadi 79,26 dolar AS.

"Minyak mentah Brent telah naik hampir 10 persen selama 10 hari terakhir karena optimisme atas pembukaan kembali China. Namun, prospek ekonomi global lainnya tidak pasti," kata analis komoditas ANZ dalam catatan klien.

ANZ juga mencatat lonjakan pasokan minyak mentah dari Rusia yang membebani pasar, dengan ekspor lintas laut telah meningkat menjadi 3,8 juta barel per hari pada pekan lalu, membukukan level tertinggi sejak April 2022.

Data yang dirilis pada Selasa (17/1/2023) juga menunjukkan produksi kilang minyak China pada 2022 telah turun 3,4 persen dari tahun sebelumnya, penurunan tahunan pertama sejak 2001.

Baca juga: Lonjakan Kasus Covid-19 di China Bikin Harga Minyak Dunia Merosot

Berita Rekomendasi

"Dengan akhir tahun lalu yang lebih kuat dari yang kami perkirakan, ditambah indikasi belanja ritel yang lebih kuat di masa depan, prospek pertumbuhan PDB pada 2023 telah meningkat dibandingkan dengan prospek kami sebelumnya," kata Iris Peng, kepala ekonom China di bank ING.

Peng memperingatkan bahwa China masih berpotensi menghadapi hambatan yang cukup besar, termasuk kemungkinan resesi di Amerika Serikat dan Eropa tahun ini.

Baca juga: Azerbaijan Tangguhkan Pasokan Minyak Mentah Rusia ke Kilang Turki karena Embargo Uni Eropa

Dalam survei bearish yang dirilis pada KTT Davos, dua pertiga ekonom di sektor swasta dan publik memperkirakan resesi global tahun ini, dengan sekitar 18 persen mempertimbangkannya "sangat mungkin terjadi".

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas