Polemik Harga Beras, Budi Waseso Menduga Ada Permainan Mafia Beras, Dibantah Pengusaha
Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso mengungkap adanya indikasi keberadaan mafia di balik karut marut permasalahan beras di Tanah Air.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Sanusi
"Sekarang kita punya beras itu untuk kepentingan intervensi pasar dan masyarakat dapat harga murah serta kebutuhan tercukupi. Kita sudah lakukan (operasi pasar), tapi saya tidak tau begitu banyak yang kita lepas tapi harganya masih tinggi," ucap pria yang akrab disapa Buwas di Kantor Perum Bulog Jakarta, Jumat (20/1/2023).
"Sebenarnya saya tahu, dan tidak bodoh-bodoh amat, kalau tanda kutip ada mafia, ya memang ada," sambungnya.
Pihaknya sudah meminta Satuan Tugas (Satgas) Pangan Polri untuk segera membongkar polemik beras di dalam negeri.
Baca juga: Update Harga Bahan Pokok: Cabai Turun Signifikan, Beras dan Minyak Mengalami Kenaikan
Buwas juga menegaskan bahwa kebijakan impor beras bukanlah kemauan Bulog tapi merupakan hasil dari rapat koordinasi terbatas dengan sejumlah Kementerian terkait, di mana Bulog ditugaskan untuk mengamankan stok beras.
Adapun pengamanan stok bertujuan untuk memenuhi kebutuhan program SPHP, serta untuk kebutuhan kejadian luar biasa seperti penanganan bencana atau bantuan sosial.
"Tugas Bulog itu bukan dagang, bukan cari untung. Impor juga bukan maunya Bulog, karena itu perintah negara. Kenapa keputusan ini dibuat karena situasi beras tidak normal," papar Buwas.
"Kenapa akhirnya negara impor, karena supply-nya kurang, supply kurang karena ada sesuatu. Maka Bulog melakukan impor beras. Dalam penugasan itu impor 500 ribu ton, dan sudah selesai semua kontraknya," sambungnya.
Pengusaha sebut tak ada mafia beras
Ketua Umum Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan, pemerintah sebaiknya menangkap oknum-oknum yang disebut mafia beras sehingga menyebabkan mahalnya harga beras di pasar.
"Kalau ada oknum (mafia beras) yang main, tangkap saja. Itu kan merugikan masyarakat, merugikan rakyat," kata Sutarto saat dihubungi Tribunnews, Senin (23/1/2023).
Menurut Sutarto, naiknya harga beras ditengarai oleh harga gabah yang turut meningkat. Kata dia, beberapa bulan terakhir harga gabah naik sebesar Rp. 2.000 berdasarkan Harga Pokok Penjualan (HPP).
"Artinya, pasti menjadi beras sudah pasti mahal. Selama ini memang dilakukan berbagai upaya salah satunya kegiatan operasi pasar (OP). Tapi sebenarnya, OP itu harusnya dilakukan pada saat harga naik, jadi harus tepat," ujarnya.
Sutarto mengatakan, stok beras pemerintah tak mampu memenuhi konsumsi beras nasional sejak bulan Agustus 2022. Kata dia, seharusnya operasi pasar dilakukan pada saat kondisi paceklik.
"Pada waktu akhir tahun sampai awal tahun itu antara produksi dengan konsumsi bulanannya itu konsumsi lebih tinggi. Itulah disebut dengan paceklik. Pacekliknya mulai bulan Agustus sampai awal Februari. Disitu harusnya pemerintah tidak beli. Jadi justru pemerintah harus melepas cadangannya," ucapnya.