10 Tahun Program JKN, Bos YLKI Sentil Beda Perlakuan Pak Bambang Pasien BPJS Vs Non BPJS
YLKI mendapati fakta temuan di lapangan, beda perlakuan staf rumah sakit dalam memberikan layanan kepada pasien JKN dan non JKN.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Choirul Arifin
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Satu dekade program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) berjalan, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesian (YLKI) Tulus Abadi mengungkap sejumlah kondisi riil di lapangan seputar layanan BPJS Kesehatan.
Ia mengatakan masih ada masalah disparitas yang kerap terjadi di sejumlah rumah sakit Tanah Air. Pasien yang peserta JKN dan non JKN cenderung dibeda-bedakan.
Hal itu disampaikan dalam acara Diskusi Publik Menuju 10 Tahun Program JKN di hotel kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023).
"Ada paradigma di lapangan yang masih ada, khususnya di rumah sakit, ada semacam disparitas atau dikotomi pelayanan kesehatan antara peserta JKN dengan non JKN," ujar Tulus.
Ia mencontohkan bagaimana pihak rumah sakit memberi sambutan yang berbeda kepada pasien JKN dan non JKN.
"Kemarin ada Youtuber yang mengilustrasikan fenomena pasien "Pak Bambang". Kalau pasien komersial disambutnya, 'Yang terhomat Pak Bambang, monggo silakan masuk,' dan seterusnya," kata Tulus.
"Kalau dia tahu pasien JKN, (memanggilnya akan seperti), 'Pak Bambang! Pak Bambang!'" Ujarnya mencontohkan.
Menurut dia, perlakuan diskriminatif harus dihilangkan di lapangan karena hingga kini masih terasa.
Kondisi riil lainnya di lapanga terkait infrastruktur. Tulus mengungkap sering mendengar ada alat kesehatan (alkes) yang tidak tersedia di sejumlah rumah sakit.
"Saya masih sering dengar. Adanya alkes yang mungkin mahal dan belum sempat terbeli ataupun belum bisa di-cover oleh rumah sakit," kata Tulus.
Baca juga: Tarif JKN Naik, Anggota Komisi IX DPR Pertanyakan Suntikan Pendanaan BPJS ke FKTP
Ketiadaan alkes tersebut akhirnya menyebabkan pasien-pasien medis yang menumpuk dan menimbulkan antrean.
"Misalnya operasi jantung anak dan segala macam harus antre karena hanya beberapa rumah sakit tertentu yang punya dan memang alkes tersebut harganya mahal," ujarnya.
Solusi yang Tulus tawarkan adalah merekondisi alkes agar harganya tidak semahal alkes baru.
"Itu bisa untuk meng-cover bagi rumah sakit yang belum punya. Apalagi alkes itu kan dikenakan pajak barang mewah yang luar biasa mahalnya," katanya.
Baca juga: Pemerintah Resmi Naikkan Tarif Layanan JKN, Ini Rinciannya
Kemudian, ada persoalan mengenai belum semua rumah sakit bekerja sama dengan program JKN. Khususnya RS swasta. Hal ini yang membuat terhambatnya akses.
Lalu, permasalahan lain adalah belum meratanya keberadaan dokter spesialis karena masih terkonsentasi di perkotaan.
"Ini PR bagi Menteri Kesehatan untuk terus mendorong mempercepat lahirnya dokter spesialis di Indonesia sehingga pasien-pasien JKN yang di daerah kabupaten dan agak pelosok tak perlu berobat ke provinsi atau ke kota-kota besar di Jawa," ujar Tulus.