Respons Dinamika Pasar Dunia, Indonesia Siap Bangun Reputasi Sawit Berkelanjutan
Sejumlah negara diprediksi bakal menjadikan Indonesia sebagai pemasok produk sawit untuk memenuhi kebutuhan di dalam negerinya.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Agam Fatchurrochman menyatakan kesiapan pelaku industri akan permintaan produk sawit yang berkelanjutan.
Sejumlah negara diprediksi bakal menjadikan Indonesia sebagai pemasok produk sawit untuk memenuhi kebutuhan di dalam negerinya.
Salah satunya, sinyal hijau dari China sebagai salah satu pasar besar sawit global patut menjadi perhatian bersama.
Baca juga: Sawit Watch Menilai Pemerintah Lamban Menangani Kasus Hilangnya 8.610 Ha Hutan Negara di Kotabaru
Diketahui, pembangunan hijau (green development) telah menjadi salah satu bagian integral dari arah pembangunan China.
Presiden Xi Jinping pada Kongres Nasional ke-20 Partai Komunis China menjelaskan, pemerintahannya memprioritaskan perlindungan ekologis, pelestarian sumber daya dan penggunaannya secara efisien, serta pembangunan yang rendah karbon.
“Kami yakin produk CPO Indonesia sudah bersaing untuk pasar yang semakin hijau, apalagi Indonesia adalah produsen terbesar Certified Sustainable Palm Oil (CSPO)," ucap Agam dalam acara Multistakeholder Workshop belum lama ini.
"Jika Tiongkok meminta sertifikat berkelanjutan, kita semua ada, baik yang bersifat mandatory ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil) yang sudah mencapai hampir 5 juta hektare, maupun bersifat voluntary RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil), sebanyak 2,4 juta hektare,” sambungnya.
Agam juga menekankan, pelaku industri telah berupaya untuk menguatkan sistem sertifikasi ISPO nasional.
Hal ini diwujudkan dengan memperbaiki prinsip dan kriteria ISPO Hulu di sisi perkebunan yang sudah dilakukan sebanyak 3 kali.
Baca juga: Periksa Dirut PT Sinar Sawit Perkasa dan Staf Bank Sumut, KPK Telusuri Gratifikasi Bupati Langkat
Kendati demikian, Agam menilai pemerintah masih harus menyelesaikan standard untuk ISPO hilir, yaitu di sisi pembeli (buyer) dan penyuling (refinery) untuk memenuhi permintaan pasar.
Upaya tersebut dilakukan dalam rangka membangun reputasi minyak sawit Indonesia di pasar global untuk mengantisipasi dinamika akses pasar yang lahir dari transisi menuju praktik yang berkelanjutan.
Senada dengan Agam, Senior Policy Coordinator Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) Desriko Malayu Putra mengatakan, tata kelola yang baik dapat menjadi faktor untuk membangun reputasi sawit Indonesia.
“Tata kelola sawit yang diperlukan saat ini adalah melalui kolaborasi baik di tingkat regional dan global untuk pemenuhan aspek-aspek keberlanjutan yang terkandung dalam skema sertifikasi ISPO dan RSPO," ucap Desriko.
"Aspek keberlanjutan tidak hanya dipenuhi pada level perusahaan atau badan usaha, melainkan sampai ditingkat petani dengan pendampingan khusus yang melibatkan pemerintah daerah, perusahaan dan lembaga pendamping,” sambungnya.
Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor sebagai kunci mempercepat penerapan keberlanjutan di industri kelapa sawit.
Pihaknya memberikan contoh dari kolaborasi tersebut, saat RSPO mengembangkan program untuk smallholder trainer academy bagi petani-petani sawit.
Semangat yang sama juga ditunjukkan LTKL, di mana semua pemangku kepentingan diajak untuk saling memberikan dukungan dalam pencapaian target keberlanjutan dalam satu yurisdiksi kabupaten.
Terkait upaya lintas sektor untuk merespons sinyal praktik hijau pasar besar, World Resources Institute (WRI) Indonesia berkolaborasi dengan Forum Petani Kelapa Sawit Berkelanjutan (Fortasbi) dan pemangku kepentingan sawit lainnya telah menginisiasi multistakeholder workshop pada 9 November 2022.
Kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai pemangku kepentingan sawit yang terdiri dari pemerintah/regulator; pelaku usaha; pakar/akademisi dan lembaga sertifikasi; serta organisasi masyarakat sipil.
Supply Chain and Livelihood Transformation Senior Manager WRI Indonesia, Bukti Bagja mengatakan, forum multipihak ini diharapkan dapat menyinergikan upaya bersama para pemangku kepentingan industri sawit untuk menyiapkan sawit Indonesia ketika pasar-pasar besar sudah mulai mendorong praktik berkelanjutan di sektor sawit.
Menurutnya, hal ini penting dilakukan untuk menjaga hubungan perdagangan komoditas sawit Indonesia dengan pasarpasar ekspornya, sehingga dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Melalui diskusi yang interaktif ini, forum tersebut telah menghasilkan rekomendasi yang menyoroti sejumlah peluang dan upaya kolaboratif yang perlu dilakukan untuk mendorong sawit berkelanjutan di Indonesia.
Salah satu poin utamanya menyoroti rentang waktu yang relatif lebih longgar di pasar Asia yang merupakan peluang bagi Indonesia untuk memperbaiki tata kelola sawit di dalam negeri sembari merumuskan strategi diplomasi sertifikasi sawit nasional di pasar Asia, termasuk Tiongkok secara lebih proaktif.
"Forum tersebut juga mengusulkan pentingnya skema insentif baik untuk petani swadaya dan juga pemerintah daerah penghasil sebagai stimulus untuk mendorong adopsi prinsip berkelanjutan," pungkas Bukti Bagja.