Tren Hardeing Market Diprediksi Berlanjut, Industri Asuransi dan Reasuransi Perlu Antisipatif
Pelaku industri asuransi dan reasuransi perlu bekerja sama untuk mengakumulasikan data untuk memitigasi risiko di industri.
Penulis: Choirul Arifin
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Pengelolaan klaim dan pertimbangan yang cermat terhadap lini bisnis yang paling rentan terhadap inflasi dan risiko kredit dinilai menjadi keharusan.
“Pertimbangan harus hati-hati terhadap lini bisnis yang paling terekspos terhadap inflasi dan risiko kredit.”
Aisyah menilai pelaku industri asuransi dan reasuransi perlu bekerja sama untuk mengakumulasikan data untuk memitigasi risiko di industri.
“Kerja sama industri untuk pengumpulan dan pencatatan data dengan praktik terbaik, mempraktikkan informasi lokasi risiko yang tepat, dan meta data risiko lainnya yang menyoroti kerentanan risiko,” tegasnya.
Di sisi lain, dia mengakui bahwa di tengah kondisi ini masih ada peluang untuk asuransi dan reasuransi. Potensi itu hadir dalam program transisi energi yang terus dipacu secara global.
“Transisi Energi dan peningkatan konektivitas digital untuk menjangkau lebih banyak pelanggan,” ungkap Aisyah.
Sementara itu, Direktur Teknik Operasi Indonesia Re Delil Khairat mengakui hardening market memang menjadi tantangan bagi industri asuransi dan reasuransi global, termasuk Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, Delil menegaskan hardening market merupakan mekanisme industri asuransi dan reasuransi untuk mengoreksi kondisi sehingga menghasilkan pasar yang lebih baik atau menuju kondisi soft market. Hard market dan soft market menjadi siklus dalam industri asuransi dan reasuransi.
Baca juga: Tiga Kebijakan Prioritas OJK di 2023, Asuransi yang Bermasalah Akan Dibereskan
“Harapannya industri asuransi dan reasuransi segera kembali menuju kondisi soft market namun tetap dengan kinerja yang lebih baik dan prudent,” ungkapnya.
Menghadapi hardening market yang terjadi dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia Re mendorong perbaikan portofolio bisnis dengan menekankan pada sejumlah aspek, terutama treaty balance, pricing, dan combined ratio.
Dalam renewal treaty, Indonesia Re melakukan penyesuaian tarif atau pricing yang hampir terjadi pada seluruh mitra asuransi atau cedant. Di samping itu, Indonesia Re menghapus atau merestrukturisasi program-program treaty yang jarang digunakan atau tidak terpakai oleh cedant.
“Penyesuaian pricing tidak dapat terelakkan yang dihadapi oleh banyak cedants,” jelas Delil.
Setelah melakukan perubahan signifikan pada renewal treaty per January 2023, Delil menjelaskan Indonesia Re juga telah menyiapkan langkah-langkah berikutnya untuk mendorong perubahan di industri asuransi.