Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Minim Keuntungan, Produsen Diduga Enggan Produksi Minyakita, Pembelian pun Dibatasi

Minyakita yang dibanderol dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter tersebut, kini bisa ditemui harganya melonjak di atas HET-nya.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Minim Keuntungan, Produsen Diduga Enggan Produksi Minyakita, Pembelian pun Dibatasi
Warta Kota/YULIANTO
Minyak goreng kemasan yaitu MinyaKita 

TRIBUNNEWS.COM -- Langkanya Minyakita terus berlanjut, karena jarangnya ditemukan di pasaran, harga minyak goreng murah ini pun melonjak di mana-mana.

Minyakita yang tadinya dibanderol dengan harga eceran tertinggi (HET) Rp 14.000 per liter tersebut, kini bisa ditemui harganya melonjak di atas HET-nya.

Dikutip dari Kompas.com, Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga menuding para produsen minyak goreng enggan memproduksi Minyakita.

Baca juga: 500 Ton MinyaKita Ditemukan Menumpuk di Gudang Kawasan KBN Marunda, Cilincing

Sahat mengungkapkan, para produsen sawit sengaja tidak memproduksinya lantaran minimnya keuntungan yang didapatkan.

Apalagi saat ini menurut dia, ekspor sawit sedang lesu-lesunya yang membuat para produsen tidak bisa menutup kerugiannya saat memproduksi Minyakita.

"Saya menduga mereka tidak memproduksi Minyakita ini karena tidak ada cuannya. Ekspor juga apa? Enggak ada untuk menutup kerugian mereka, tidak ada dari ekspor.

Ya, karena di ekspor pun sudah dipotong 142 dollar AS," ujar Sahat saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/2/2023).

Berita Rekomendasi

Menurut Sahat, produksi Minyakita tidak mendapatkan bantuan subsidi dari pemerintah sehingga produsen mau tak mau harus menutup kerugian itu dengan penghasilan ekspor.

Sementara di sisi lain, pasar dunia saat ini sedang lesu karena adanya resesi global yang berpengaruh pada permintaan crude palm oil (CPO).

Akibatnya kata dia, terjadi penumpukan 6 juta ton CPO yang menumpuk di produsen sawit.

Baca juga: Update Harga Minyak Goreng di Alfamart dan Indomaret di Tengah Mahal dan Langkanya Minyakita

"Pengusaha itu punya tunggakan Pungutan Ekspor (PE) 6 juta ton, 6 juta ton, tidak dijadikan bahan ekspor.

Mulai dari tahun lalu sampai sekarang. Kenapa enggak diekspor? Ada 6 juta ton siap ekspor tidak mau ekspor, di luar negeri lagi resesi," jelas Sahat.

Oleh sebab itu, Sahat meminta kepada pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan untuk tidak memungut alias menolkan Bea Keluar (BK) agar para pengusaha sawit kembali bergairah melakukan ekspor dan bisa menutupi kerugian mereka dalam memproduksi Minyakita.

"Solusinya, BK sementara ini dinolkan, selama 3 bulan saja sampai dengan Lebaran. Sehingga inisiatif ekspor mereka ada (kembali).

Baca juga: Harga MinyaKita Mendadak Mahal, Mendag Zulhas Targetkan Stabil Dua Minggu Lagi

Dengan kondisi resesi global, para eksportir tidak bergairah untuk melakukan ekspor, 90 dollar AS untuk PE (pungutan ekspor BPDPKS), 50 dollar AS untuk BK," ujarnya.

Omzet Merosot

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) mengungkapkan, omzet minyak goreng premium yang terperosok.

Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Mendag Zulhas) menjelaskan, hal itu disebabkan lantaran banyak konsumen yang beralih dari minyak goreng premium ke MinyaKita.

Omzet yang didapat produsen dari penjualan minyak goreng premium anjlok karena turunnya pembelian.

Berikut daftar harga minyak goreng kemasan di Alfamart dan Indomaret di tengah langka dan mahalnya minyak goreng Minyakita di pasaran.
Ilustrasi minyak goreng

"Saya juga sudah dapat informasi misalnya minyaknya di sini itu Tropical, dari 100 persen sekarang omsetnya tinggal 20 persen, 80 persen pindah ke MinyaKita. Belum merek -merek lain," ujar Mendag Zulhas saat peninjauan di Marunda, Jakarta Selasa, (7/2/2023).

Menurut Zulhas beralihnya masyarakat dari minyak goreng premium ke MinyaKita karena harga Minyakita lebih murah, higenis, dan dikemas dengan rapi seperti tampilan minyak goreng premium pada umumnya.

Selain itu, Mendag Zulhas juga mengatakan, dengan dijualnya MinyaKita di ritel membuat masyarakat menengah ke atas yang harusnya membeli minyak goreng premium, justru membeli MinyaKita yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan rendah.

"Karena Minyakita itu kan asalnya minyak curah, curah ini kurang higienis maka dikemas tapi yang membeli itu sama.

Baca juga: Mendag Zulkifli Hasan: Pasokan Minyakita untuk Ritel Modern Dikurangi dan Dialihkan ke Pasar Rakyat

Tapi sekarang (orang yang biasa beli) yang premium itu pindah (ke MinyaKita), makanya (stok MinyaKita) nggak cukup nah sekarang jalan keluar yang pertama, kita tambah dari 300.000 ton per 450.000 ton per bulan," papar dia.

Dibatasi

Mendag pun memastikan bakal menambah kuota pasokan minyak goreng subsidi MinyaKita dari sebelumnya 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton per bulan sebagai upaya memenuhi kebutuhan pasar.

"Mulai bulan ini akan ditambah. Sebelumnya (kuota) 300 ribu ton per bulan, kita naikkan menjadi 450 ribu ton per bulan," kata Zulhas.

Kebijakan itu diambil menyusul tingginya permintaan minyak goreng subsidi yang dinilai memiliki harga lebih murah Rp 14 ribu per liter.

Sedangkan minyak curah kemasan lainnya dibanderol di kisaran Rp 16 ribu hingga Rp 18 ribu per liter, bahkan ada yang sampai Rp 20 ribu per liter.

"Kita akan melarang pembeli secara banyak atau grosir dan akan mengutamakan barang tersebut masuk pasar. Pembelian dibatasi, boleh orang beli minyak 10 liter, harus menyertakan KTP (Kartu Tanda Penduduk)," kata Zulhas.

Larangan pembelian MinyaKita secara grosir itu diharapkan dapat menjaga kestabilan ketersediaan produk di pasaran, sehingga tidak terjadi kelangkaan yang dapat mempengaruhi harga.

Pembelian grosir nantinya berpeluang dijual secara daring, sehingga dinilai kurang relevan sesuai sasaran program minyak goreng pemerintah.

"Sementara untuk pembelian secara daring akan dikurangi dan diprioritaskan barang masuk pasar,” kata Zulhas.

MinyaKita diburu banyak konsumen karena kualitasnya yang baik dan harganya ramah di kantong.

Sejumlah pasar tradisional di berbagai daerah kerap mengalami kelangkaan barang dan kenaikan harga. (Tribunnews.com/Kompas.com/Elsa Catriana/Muhammad Idris)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di

Wiki Terkait

© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas