UU Cipta Kerja Dinilai Berdampak Positif Terhadap Penanaman Modal Asing di Indonesia
UU Cipta Kerja dinilai telah berhasil meningkatkan investasi dan perluasan lapangan kerja terutama dalam masa pandemi Covid-19.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Guru Besar Hukum Bisnis Universitas Gadjah Mada Prof Nindyo Pramono menyatakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sebelum dinyatakan Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK) sebenarnya telah menghasilkan beberapa pencapaian.
UU Cipta Kerja, ujar Nindyo, telah berhasil meningkatkan investasi dan perluasan lapangan kerja terutama dalam masa pandemi Covid-19.
"Data menunjukkan bahwa investor baik asing maupun domestik, telah merespon positif upaya reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja. Berdasarkan laporan analisis World Bank pada publikasi Indonesia Economic Prospect Desember 2022, UU Cipta Kerja berdampak positif terhadap peningkatan PMA (Penanaman Modal Asing) di Indonesia. Total realisasi PMA meningkat rata-rata 29,4 persen pada lima triwulan setelah UU Cipta Kerja diterbitkan," kata Nindyo dalam Webinar Moya Institute bertajuk "Perppu Cipta Kerja dan Daya Tahan Perekonomian" secara daring, Jumat (3/3/2023).
Baca juga: Pengamat: Demonstrasi Dukung UU Cipta Kerja Juga Diperlukan
Nindyo melanjutkan, reformasi struktural melalui UU Cipta Kerja juga mampu menurunkan hambatan perdagangan dan investasi di Indonesia. The Organization for Economic Cooperation and Development dalam publikasi mereka yang dirilis pada 12 Desember 2022 menyebutkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi awal, implementasi UU Cipta Kerja dapat mengurangi hambatan untuk FDI lebih dari sepertiga.
"UU ini juga berhasil mengurangi hambatan perdagangan dan investasi hampir 10 persen pada tahun 2021, berdasarkan data tersebut," tutur Nindyo.
Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Afriansyah Noor menyatakan, dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, UU Cipta Kerja dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Namun, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sepanjang tak bertentangan dengan Perppu.
"Dan semua peraturan pelaksanaan dari UU yang telah diubah oleh Perppu Cipta Kerja dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tak bertentangan dengan Perppu," katanya.
Dalam kesempatan sama, Pengamat Politik dari Universitas Pelita Harapan (UPH) Emrus Sihombing menyatakan UU Cipta Kerja sebenarnya memberikan kesempatan lebih banyak lagi koperasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Dengan demikian, mendirikan koperasi yang berbadan hukum semakin dipermudah.
"Sebab, persyaratan pendirian koperasi yang terjadi selama ini memungkinkan terjadinya kegiatan koperasi yang pro pengurus," terang Emrus.
Dengan demikian, dominasi pendiri dan pengurus dalam mengambil keputusan di bidang usaha koperasi tak lagi terjadi.
"Selain itu, koperasi berbadan hukum bisa digunakan menggerakkan ekonomi para anggotanya, termasuk mengajukan pinjaman modal kerja kepada pemerintah pusat maupun daerah," tambah Emrus.
Sementara itu, Hery Sucipto selaku Direktur Eksekutif Moya Institute menyatakan ketidakpastian perekonomian global masih dan akan terus terjadi hingga waktu yang belum dapat dipastikan. Dan kondisi itu membayang-bayangi perekonomian nasional.
Sehingga diperlukan antisipasi oleh pemerintah guna menciptakan kepastian hukum bagi investor, meningkatkan permintaan domestik, serta memastikan terciptanya lapangan-lapangan pekerjaan.
"Pemerintah sendiri telah menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Responsnya beragam, akan tetapi terlepas dari hal itu, ada sejumlah kondisi yang memang harus diantisipasi, seperti terjadinya pelemahan pertumbuhan ekonomi, juga permasalahan mata rantai pasok yang berdampak pada keterbatasan suplai, terutama pada barang pokok," tuturnya.