Heboh Emas Rp 189 Triliun, Stafsus Sri Mulyani: Itu Ekspor, Harusnya Ada Persetujuan Kemendag
Penjelasan klarifikasi tersebut dituliskannya dalam akun Twitter @prastow, di mana itu awalnya berasal dari ekspor.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Staf Khusus (Stafsus) Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo membeberkan latar belakang kasus transaksi emas Rp 189 triliun yang menjadi kontroversi.
Penjelasan klarifikasi tersebut dituliskannya dalam akun Twitter @prastow, di mana itu awalnya berasal dari ekspor.
“Yang dipermasalahkan soal impor kok klarifikasinya tentang lain yaitu kasus ekspor? Begini, Januari 2016, KPU Bea Cukai (BC) Soetta melakukan penindakan atas eksportasi emas melalui kargo yg dilakukan oleh PT. Q, yang kemudian ditindaklanjuti dengan penyidikan di bidang kepabeanan," tulisnya, Minggu (2/4/2023).
Baca juga: Pakar TPPU Ingatkan Transaksi Janggal Rp 349 Triliun Jangan Dianggap Hanya Sekadar Data dan Angka
Saat itu, kata Prastowo, PT. Q submit dokumen PEB (ekspor) dengan pemberitahuan sebagai Scrap Jewellry, namun petugas KPU BC Soetta mendeteksi kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan x-ray, sehingga diterbitkan Nota Hasil Intelijen (NHI) untuk mencegah pemuatan barang.
"Proaktif oleh BC. Benar saja, saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan oleh PPJK dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot) alias tidak sesuai dokumen PEB. Bahkan seharusnya ada Persetujuan Ekspor dari Kemendag," kata Prastowo.
Ditemukan bahwa dalam setiap kemasan disisipkan emas bentuk gelang dalam jumlah kecil untuk mengelabui x-ray. Seolah yang akan diekspor adalah perhiasan.
Sehingga, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.
"Menariknya, pada 2015 PT. Q pernah mengajukan permohonan SKB (pembebasan) PPh Pasal 22 Impor (DPP senilai Rp 7 triliun), namun ditolak DJP karena WP tidak dapat memberikan data yang menunjukkan atas impor tersebut menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. Jadi DJBC dan DJP sinergi," tuturnya.
Jadi, Prastowo menjelaskan, ini memang modus PT Q mengaku sebagai produsen Gold Jewelry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor (PMK No.107/PMK.010/2015 pasal 3).
Baca juga: Eks Pimpinan KPK: Laporan PPATK Soal Transaksi Janggal Rp349 T Sangat Mudah Di Follow Up
"Modus ini terungkap karena kerja lapangan. Sehingga jelas kenapa kegiatan ekspor disebut dalam klarifikasi kami. Karena ekspor-lah yg menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT. Q. Dan tentu penyidikan yg dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis," ujar Prastowo.
Diberitakan sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengungkap adanya dugaan pencucian uang sebesar Rp 189 triliun yang ditutupi anak buah Menteri Keuangan Sri Mulyani.