Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Soal Dedolarisasi, Ekonom Ungkap Sederet Plus Minus Dampaknya Buat RI

Sejumlah negara kini mulai melakukan dedolarisasi, alias mengupayakan untuk tak bergantung terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS).

Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Soal Dedolarisasi, Ekonom Ungkap Sederet Plus Minus Dampaknya Buat RI
TRIBUNNEWS
Ilustrasi uang dolar AS. Dedolarisasi ini proses mengganti dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan hingga perjanjian bilateral. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tak mau bergantung dengan dolar Amerika Serikat (AS), membuat sejumlah negara kini mulai melakukan dedolarisasi, alias mengupayakan untuk tak bergantung terhadap dolar Amerika Serikat (dolar AS).

Dedolarisasi ini proses mengganti dolar AS sebagai mata uang yang digunakan untuk perdagangan hingga perjanjian bilateral.

Diketahui saat ini, dolar AS merupakan mata uang utama. Dolar AS biasa digunakan sebagai acuan untuk kebijakan ekonomi, juga digunakan untuk perjanjian antarnegara.

Baca juga: Penerimaan Negara Hulu Migas Kuartal I 2023 Tembus 3,57 Miliar Dolar AS

Indonesia sendiri kini juga mulai mengupayakan dedolarisasi. Lalu, apa keuntungannya?

Pengamat Ekonomi sekaligus Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengungkapkan, terdapat sejumlah keuntungan apabila Indonesia meninggalkan dolar AS dalam perdagangan hingga perjanjian bilateral.

"Upaya dedolarisasi dengan menggunakan transaksi mata uang lokal partner dagang Indonesia bisa meningkatkan stabilitas nilai tukar rupiah," ucap Bhima kepada Tribunnews, Senin (24/4/2023).

BERITA REKOMENDASI

"Selama ini banyak faktor naik turunnya dollar AS sulit dikendalikan oleh otoritas moneter. Suku bunga Fed naik, rupiah melemah, terus menerus seperti itu. Tapi begitu ada pengurangan porsi dollar terhadap total transaksi internasional, meskipun saat ini masih kecil tapi punya andil pada terjaganya kurs rupiah," sambungnya.

Poin positif lainnya lanjut Bhima adalah hubungan dagang yang lebih erat dengan negara mitra khususnya di tingkat Asean.

Ketika ekonomi domestik AS terguncang, pengalihan minat ekspor ke negara Asean dan negara alternatif lainnya membuat kinerja ekspor sedikit terjaga.

Baca juga: Rupiah Perkasa Tembus di Bawah Rp 15.000/Dolar AS, IHSG Drop 0,05 Persen ke 6.805

Poin berikutnya soal efisiensi dalam perdagangan, dimana para eksportir dan importir sebenarnya diuntungkan ketika menggunakan mata uang lokal tanpa perlu menukar dulu ke dollar AS.

Namun dedolarisasi bukan berarti tidak memiliki poin negatif.

Menurut Bhima, kelemahan dalam sistem ini adalah sulitnya menggunakan mata uang lokal untuk membayar kapal yang beroperasi di jalur perdagangan lintas negara.

"Kapal-kapal berbendara asing itu maunya terima dollar, mana mau dibayar dengan quotation rupiah. Padahal 90 persen kapal untuk ekspor-impor menggunakan bendera asing," papar Bhima.

Masalah lain muncul ketika kerjasama internasional misalnya dalam hibah, pinjaman tetap dominan dalam bentuk dollar.

Jadi pengembalian cicilan pokok dan bayar bunganya juga tetap menyedot dolar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas