Buruh Tolak Upah Murah Minta Cabut UU Cipta Kerja
Sebanyak 50 ribu lebih buruh pekerja turun ke jalan kawasan Patung Kuda Medan Merdeka Barat, Jakarta pada Senin (1/5/2023) kemarin.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebanyak 50 ribu lebih buruh pekerja turun ke jalan kawasan Patung Kuda Medan Merdeka Barat, Jakarta pada Senin (1/5/2023) kemarin.
Kehadiran meraka untuk memperingati Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh pada tanggal 1 Mei.
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan keikutsertaan puluhan ribu buruh itu tidak hanya di ibu kota tetapi di 38 Provinsi seluruh Indonesia.
Baca juga: Peringatan May Day Usai, Puluhan Buruh di Patung Kuda Monas Menari dan Putar Lagu Internasionale
“Termasuk Papua Pegunungan termasuk Papua Tengah semua melakukan aksi perayaan May Day 2023,” kata Said Iqbal yang juga Ketua Umum Partai Buruh, Senin (1/5/2023).
Iqbal menegaskan buruh meminta pemerintah mencabut Omnibus Law UU No 6 Tahun 2023 atau UU Cipta Kerja di mana dalam isu tersebut meliputi upah murah.
Dia menjelaskan upah minimum dalam beleid tersebut tidak dirundingkan dengan serikat buruh dan adanya ketentuan mengenai indeks tertentu yang membuat kenaikan upah lebih
rendah.
Kedua mengenai outsourcing seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan adalah perbudakan modern atau modern slavery yang diatur dalam peraturan pemerintah.
“Ini artinya pemerintah telah memposisikan diri menjadi agen outsourcing,” terang Iqbal.
Hal lainnya yang dipermasalahkan adalah buruh dikontrak terus menerus tanpa periode, pesangon rendah, pemutusan hubungan kerja (PHK) dipermudah, istirahat panjang dua bulan dihapus, dan buruh perempuan yang mengambil cuti haid dan melahirkan tidak ada kepastian mendapat upah.
Begitupun buruh yang bekerja lima hari dalam seminggu hak cuti dua harinya dihapus, jam kerja buruh menjadi 12 jam sehari karena boleh lembur empat jam per hari sehingga tingkat kelelahan dan kematian buruh meningkat.
“Isu selanjutnya di klaster ketenagakerjaan adalah buruh kasar tenaga kerja asing mudah masuk, dan adanya sanksi pidana yang dihapus,” tuturnya.
Baca juga: Anies Baswedan Tak Respons Undangan Partai Buruh di Acara May Day
Sedangkan bagi para petani, imbuh Iqbal, yang dipersoalkan yakni terkait dengan keberadaan bank tanah yang memudahkan korporasi merampas tanah rakyat.
“Yang menjadi persoalan diperbolehkannya importir melakukan impor beras, daging, garam, dan lain-lain saat panen raya, serta dihapusnya sanksi pidana bagi importir yang mengimpor saat panen raya,” kata Iqbal.
Menurutnya, reforma agraria dan kedaulatan pangan atau anti impor sangat diperlukan agar para petani bisa sejahtera.