Neraca Perdagangan RI Berturut-turut Surplus, LPEM UI: Bukan Patokan Utama Keberhasilan Perdagangan
Teorinya ketika suatu negara surplus terus-menerus, maka akan pemasukan dari surplusnya akan berupa devisa.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Neraca perdagangan barang Indonesia tercatat surplus 35 bulan berturut-turut sejak Mei 2020 sampai dengan Maret 2023.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) mencatat, bahkan surplus neraca dagang di 2022 cukup besar lebih dari 50 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
"Akan tetapi dari sisi ilmu ekonomi internasional, surplus bukanlah yang utama, bukan patokan utama keberhasilan suatu perdagangan," ujar Kepala Pusat Kajian Iklim Usaha dan Rantai Nilai Global LPEM FEB UI Mohamad Dian Revindo dalam konferensi pers "Indonesia Economic Outlook Q2-2023", Kamis (4/5/2023).
Baca juga: Neraca Perdagangan Surplus 35 Bulan Beruntun, Mendag Zulhas: Berkat Kinerja Ekspor Makin Baik
Revindo menjelaskan, teorinya adalah ketika suatu negara surplus terus-menerus, maka akan pemasukan dari surplusnya akan berupa devisa.
Devisa itu akan menyebabkan upah menjadi naik dan daya beli menjadi meningkat, sehingga pada akhirnya daya saing akan hilang juga.
"Sekarang sebagai contoh Tiongkok, kita kita selalu kenal Tiongkok sebagai negara pengekspor utama dunia, tapi sekarang sudah juga sudah menjadi negara pengimpor utama dunia. Jadi, itu seperti timbangan saja begitu ya," katanya.
Kendati demikian, dia menilai, capaian ekspor cukup baik sebesar 292 miliar dolar AS dan impor 237 miliar dolar AS pada 2022.
"Luar biasa, jadi memang sebelum pandemi itu kita sempat defisit. Kemudian, pandemi kita surplusnya membesar dari 2020, 2021, 2022," pungkasnya.