Rencana Impor KRL Bekas dari Jepang, Erick Thohir Tunggu 2 Data KAI dan Inka
wacana impor KRL kembali muncul mengingat kebutuhan rangkaian kereta (trainset) di domestik sangat diperlukan
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengungkapkan, keputusan perihal impor Kereta Rel Listrik (KRL) bekas dari Jepang kini tengah menunggu laporan 2 data final dari PT Kereta Api Indonesia dan PT Industri Kereta Api atau Inka.
Untuk data Inka, nantinya akan menjelaskan tentang kemampuan produksi.
Diketahui, wacana impor KRL kembali muncul mengingat kebutuhan rangkaian kereta (trainset) di domestik sangat diperlukan.
Baca juga: Ungkap Kemungkinan Impor KRL dari Jepang, Erick Thohir: Ini Lagi Dihitung Kembali
Padahal sebelumnya, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah mengeluarkan hasil audit untuk tidak merekomendasikan impor infrastruktur perkeretaapian tersebut.
"Saya bilang bahwa waktu itu saya diundang rapat sama Pak Menko (Kemaritiman dan Investasi), Menteri Perhubungan, Menteri Perindustrian, lalu saya bilang, saya menunggu dua data final," papar Erick Thohir di Kementerian BUMN, Jumat (26/5/2022).
"Dari Inka, akan menjelaskan berapa besar bisa memproduksi daripada gerbong itu. Nah minta datanya. Tetapi saya sudah memasukkan juga ke 2024, salah satu penyertaan modal negara untuk INKA, Rp1,5 triliun kalau tidak salah, asal konteksnya memperbesar produksi," sambungnya.
Kemudian untuk data dari PT Kereta Api Indonesia atau KAI, akan menjelaskan tentang tren peningkatan volume penumpang dari tahun ke tahun.
Menurut Erick, saat ini jumlah penumpang KRL Jabodetabek kian bertambah.
Baca juga: Dorong Impor KRL Bekas, Andre Rosiade: Penumpang Padat Sudah Kayak Cendol
Sehingga untuk memastikan apakah impor KRL dapat dilakukan atau tidak, Pemerintah akan menunggu hasil sinkronisasi dari 2 data yang dimaksud.
"Nah kalau data ini sudah keluar, baru kita bisa sinkronkan, jadi bisa ada keputusan, berapa yang dalam negeri bisa buat, kemudian berapa yang impor," papar Erick.
"Jadi bukan karena ribut impor dalam negeri, tapi tanpa solusi buat masyarakat pengguna kereta yang akhirnya berhimpit-himpitan. Kan mesti ada solusinya," pungkasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), sempat menolak pengadaan impor keretal rel listrik (KRL) bekas dari Jepang.
Hal itu disampaikan Deputi Koordinasi Pertambangan dan Investasi, Septian Hario Seto di Kantor Kemenko Marves.
"Saat ini tidak direkomendasikan untuk impor ini. Dari hasil review sudah cukup jelas, kita akan mengacu pada hasil review (BPKP)," kata Seto.
Baca juga: Impor KRL Bekas Sempat Ditolak, BPKP dan Sejumlah Kementerian Akan Gelar Rapat Lagi
Seto menjelaskan, penolakan itu sesuai dengan hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Dimana, terdapat empat hal yang mendasari keputusan itu.
Pertama, rencana impor KRL bekas ini dinilai tidak mendukung pengembangan industri perkeretaapian nasional.
Kedua, pengadaan KRL impor bekas ini tidak dapat di pertimbangkan, karena fokus pemerintah adalah pada penegakan produksi dalam negeri dan subsitusi impor melalui P3DN.
"Ketiga, KRL bukan baru yg akan diimpor dari Jepang, tidak memenuhi kriteria sebagai barang modal bukan baru yang dapat di impor sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 29 tahun 2021. Dan peraturan menteri perdagangan yang mengatur kebijakan dan peraturan impor," tutur dia.
Terakhir, hasil dari BPKP bahwa jumlah KRL yang beroperasi saat ini adalah 1.114 unit. Artinya, jumlah armada itu lebih banyak dibandingkan dengan armada tahun 2019 yakni 1.078 unit.