Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Keuangan Sempat Bermasalah, Garuda Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 56,9 Triliun, Kok Bisa?

Padahal pada saat masa pandemi Covid-19, Garuda dirundung masalah dan keuangannya pun kembang kempis dan nyaris dipailitkan.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Keuangan Sempat Bermasalah, Garuda Indonesia Cetak Laba Bersih Rp 56,9 Triliun, Kok Bisa?
tangkap layar dari kompas.com
Pesawat Garuda Indonesia 

TRIBUNNEWS.COM – Maskapai milik negara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mengklaim berhasil meraih keuntungan sebesar sebesar 3,8 miliar dolar AS pada kinerja 2022 lalu.

Angka tersebut cukup mengejutkan, karena bila dirupiahkan mencapai Rp 56,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.975 per dolar AS)

Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Garuda, Irfan Setiaputra dalam public expose Garuda di Bursa Efek Indonesia yang dikutip oleh Kompas.com, Kamis (1/6/2023).

Baca juga: Fakta Pesawat Garuda Rute Manado-Jakarta Mati Mesin: Oleng Sekitar 3 Menit, Sebelumnya Sempat Delay

Irfan juga mengakui kalau keuntungan tersebut merupakan yang terbesar dalam sejarah maskapai pelat merah tersebut.

Padahal pada saat masa pandemi Covid-19, Garuda dirundung masalah dan keuangannya pun kembang kempis dan nyaris dipailitkan.

"Sepanjang 2022 kami mencatatkan laba bersih 3,8 milliar dolar AS setelah 3 tahun berturut-turut, baik itu selama pandemi maupun satu tahun sebelum pandemi. Ini merupakan capaian laba terbesar yang pernah diraih perseroan sepanjang sejarah," ujarnya dalam Public Expose Garuda Indonesia, dikutip pada Kamis (1/6/2023).

Di balik laba Rp 57 triliun

BERITA TERKAIT

Sebagai perbandingan saja, laba Garuda Indonesia ini bahkan mengalahkan Pertamina. BUMN yang masuk deretan aset terbesar di Indonesia itu berhasil mencetak laba Rp 56,6 triliun.

Perusahaan pelat merah lainnya dengan aset terbesar, Telkom dan PLN, labanya pada 2022 tercatat masing-masing Rp 26,86 triliun dan Rp 14,4 triliun.

Direktur Utama Garuda IndonesiaIrfan Setiaputra ketika ditemui di ICE BSD Tangerang, Jumat (24/2/2023)
Direktur Utama Garuda IndonesiaIrfan Setiaputra ketika ditemui di ICE BSD Tangerang, Jumat (24/2/2023) (Endrapta Pramudhiaz/Tribunnews.com)

Bagi masyarakat yang masih awam terkait laporan keuangan perusahaan, laba jumbo Garuda Indonesia sebesar Rp 56,9 triliun tentu menimbulkan tanda tanya.

Terlebih, maskapai pelat merah ini selama ini masih didera dengan utang yang menggunung dan masih sering mencatatkan kerugian.

Baca juga: Pesawat Citilink Rute Jakarta-Medan Delay Hingga 3 Kali, Penumpang Protes

Sebagai contoh, pada kuartal I 2023 saja, Garuda mencatat kerugian sebesar Rp 1,61 triliun.

Yang harus dipahami, laba Garuda yang melejit tersebut terjadi karena adanya pendapatan restrukturisasi utang dengan disetujuinya Perjanjian Perdamaian dalam proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).

Artinya, laba atau untung perseroan yang meroket tersebut bukan semata karena kinerja apik perusahaan, namun karena perusahaan mencatatkan pendapatan yang belum direalisasikan.

Sebagaimana pada semester I 2022, Garuda juga mengklaim meraup laba bersih sebesar Rp 57 triliun.

KEDATANGAN WISMAN - Suasana kedatangan penumpang rute Sydney-Denpasar yang dilayani Garuda Indonesia di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Jumat (4/3) sore. Momen water salute saat pesawat Garuda Indonesia GA-715 mendarat di Bandara Ngurah Rai.
KEDATANGAN WISMAN - Suasana kedatangan penumpang rute Sydney-Denpasar yang dilayani Garuda Indonesia di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Jumat (4/3) sore. Momen water salute saat pesawat Garuda Indonesia GA-715 mendarat di Bandara Ngurah Rai. (Istimewa/Tribun Bali/Zaenal Nur Arifin)

Laba tersebut juga disumbang dari pendapatan restrukturisasi utang.

Dalam bahasa yang lebih sederhana, laba Garuda Indonesia sebesar Rp 56,9 triliun hanya merupakan angka di atas kertas belaka.

Baca juga: Hari Ini Citilink Layani Penerbangan dari Bandara Halim Perdanakusuma, Batik dan Wings Air Menyusul

Dalam pencatatan akuntansi, istilah ini disebut dengan laba buku atau book profit.

Book profit adalah jenis laba yang dicatatkan dalam pembukuan, tetapi sebagian pendapatan sebetulnya belum terealisasi.

Pencatatan book profit memang sudah lazim dilakukan banyak perusahaan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku, terutama pembukuan akuntansi berbasis akrual.

Laba sendiri dihitung dari pendapatan perusahaan yang dikemudian dikurangi dengan seluruh beban perusahaan.

Laba Garuda yang melejit itu tentunya terjadi karena disumbang pendapatan yang juga meroket.

Dalam kasus Garuda, laba sebesar Rp 57 triliun muncul karena adanya homologasi dalam PKPU. Homologasi adalah persetujuan debitur dan kreditur untuk mengakhiri kepailitan.

Di mana setelah adanya PKPU, maka ada pembalikan liabilitas atau utang menjadi pendapatan perusahaan.

Dalam istilah lain, meroketnya laba Garuda Indonesia muncul karena utang yang belum bisa dibayarkan kemudian dicatatkan sebagai pendapatan perusahaan setelah adanya PKPU.

Baca juga: Kendala Teknis Jadi Penyebab Garuda GA 607 Rute Manado-Jakarta Harus Return To Base

Pembalikan utang menjadi pendapatan diakui dalam pencatatan akuntansi, hal ini bisa dimaklumi karena Garuda Indonesia yang seharusnya mencatat pembayaran utang dan bunga sebagai beban dalam laporan keuangan, kemudian diputuskan tidak perlu membayarnya karena para kreditur bersedia untuk berdamai sesuai dengan proposal yang diajukan perusahaan.

Keuangan Garuda Indonesia Selain klaim laba yang meningkat tajam, Garuda Indonesia juga mengklaim telah melakukan penguatan fundamental kinerja usaha dengan berhasil menurunkan total pengeluaran tetap atau fixed cost selama 2022 menjadi sebesar 73,9 persen dibandingkan 2019.

Irfan menuturkan, penurunan fixed cost itu mayoritas didorong oleh penurunan biaya sewa pesawat dan penerapan cost leadership di beragam pengeluaran operasi yang berbasis fixed cost.

Di sisi lain, selama 2022, maskapai pelat merah tersebut juga menurunkan least cost of revenue atau biaya pendapatan menjadi sebesar 9 persen dari sebelumnya 27 persen.

Kemudian, average revenue per aircraft tercatat sebesar 26.100, serta fixed cost to revenue sebesar 30,62 persen.

Adapun total aset Garuda Indonesia saat ini sebesar 4,14 miliar dollar AS yang diikuti liabilitas sebesar 4,8 miliar dollar AS.

Lalu total ekuitas tercatat minus 653 juta dollar AS. Irfan menyatakan, untuk tahun ini, perusahaan menargetkan kinerja yang semakin solid.

Hal itu mulai dari kenaikan Ebitda, pendapatan usaha, dan peningkatan revenue melalui penguatan dan restorasi armada. "Kami juga akan menguatkan tata kelola perusahaan," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas