Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Menteri Trenggono: Saya Ini Panglima Ekologi, Buat Kebijakan Harus Untuk Kepentingan Bangsa

Pemerintah mendapat kecaman dari berbagai pihak karena terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi

Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Menteri Trenggono: Saya Ini Panglima Ekologi, Buat Kebijakan Harus Untuk Kepentingan Bangsa
dok. Kompas.com
Ilustrasi: Kapal penambang pasir laut ilegal yang diamankan petugas di perairan Pulau Rupat, Kabupaten Bengkalis, Riau. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz

TRIBUNNEWS.COM, KEBUMEN - Menteri Kelautan dan Perikanan (KP) Sakti Wahyu Trenggono mengakui dirinya sebagai panglima ekologi.

Ia mengatakan, sebagai panglima ekologi, dirinya harus membuat kebijakan yang benar-benar untuk kepentingan negara.

"Saya ini panglimanya ekologi. Membuat kebijakan tidak boleh ada vested di dalamnya. Kebijakan harus bebas dan benar-benar untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Trenggono ketika ditemui di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah, Selasa (6/6/2023).

Baca juga: Menteri Trenggono Klaim Ekspor Pasir Laut Untuk Jaga Kesehatan Perairan

Maka dari itu, ia menyebut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut penting dilakukan.

Trenggono mengklaim PP ini untuk menjaga keberlanjutan ekosistem serta membawa manfaat ekonomi bagi masyarakat dan negara.

"Indonesia itu dapat bonus geografi. Indonesia itu tempat putaran arus. Yang secara peristiwa oseanografi itu material di dalamnya, bisa berupa lumpur, pasir itu ngumpul," katanya.

Berita Rekomendasi

"Satu dia nutupi alur pelayaran, kedua dia nutupi terumbu karang, padang lamun, tentu ini tidak sehat dong lautnya kalau kaya gini," ujar Trenggono melanjutkan.

Sebagai informasi, pemerintah mendapat kecaman dari berbagai pihak karena terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 Tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.

Aturan yang diundangkan pada 15 Mei 2023 itu memuat sejumlah kebijakan.

Salah satunya adalah keran ekspor pasir laut yang kini dibuka kembali setelah dilarang selama 20 tahun.

Menurut Manager Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin, kebijakan ekspor laut yang sudah dihentikan selama 20 tahun ini justru membawa kesengsaraan bagi laut dan pulau-pulau kecil di pesisir.

Baca juga: Kadin DKI: Penambangan Pasir Laut Jangan Sampai Mengancam Kehidupan Nelayan

Mengacu Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut, tidak ada dasar hukum yang tertuang mengenai kesehatan laut.

"Kalau pemerintah betul bicara kesehatan laut dari PP ini, coba cek dasar hukum yang ada di PP itu. Apakah bicara mengenai Undang-undang pulau kecil? Bicara disitu ada UU keanekaragaman hayati, bicara UU perlindungan lingkungan hidup. Tidak ada sama sekali yang dibahas di PPnya," kata Parid saat dihubungi Tribunnews, Jumat (2/6/2023).

Parid mengatakan Indeks Kesehatan Laut Indonesia di dunia masih bertengger di posisi 121.

Baca juga: Pemerintah Kembali Buka Keran Ekspor Pasir Laut, Ini Kata Pengusaha, Pengamat, hingga Anggota DPR

Menurut dia, kebijakan ekspor pasir laut justru tidak sejalan dengan kondisi yang ada.

Untuk itu, Parid meminta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 segera dicabut.

"Ini kita jualan kesehatan laut di dunia, tapi rangking jeblog banget 121. Menurut saya sudah tidak ada argumen lain, sudah di cabut (PP Nomor 26 tahun 2023)," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas