Pengamat: Efisiensi Jadi Faktor Penopang Capaian Laba Pertamina Rp 56,6 Triliun
Capaian laba Pertamina di tahun buku 2022 naik sekitar 86 persen dibandingkan realisasi laba tahun sebelumnya.
Penulis: Malvyandie Haryadi
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro menilai positif kinerja Pertamina selama tahun buku 2022. Sepanjang tahun tersebut, Pertamina meraup laba bersih USD3,8 miliar atau setara Rp56,6 triliun.
Capaian laba tersebut meningkat sekitar 86 persen dibandingkan realisasi laba tahun sebelumnya dan merupakan terbesar sepanjang sejarah.
Komaidi berpendapat, capaian tersebut merupakan buah keberhasilan Pertamina dalam menerapkan strategi efisiensi.
Keberhasilan tersebut, tegasnya, bukan semata-mata karena faktor keberuntungan.
“Pertamina patut diapresiasi. Dengan meraih laba, berarti mereka telah melakukan kegiatan luar biasa, salah satunya efisiensi di berbagai sektor,” ujar Komaidi kepada media hari ini, Jumat (9/6/2023).
Komaidi menilai, tidak mudah untuk meraih laba pada kondisi saat ini. Keberhasilan tersebut, karena Pertamina memang menerapkan kebijakan yang tepat.
Bukan semata-mata karena windfall tapi juga efisiensi dan penerapan digitalisasi sehingga bisa mengurangi loss dan penyalahgunaan BBM.
‘’Kita harus melihat lebih objektif. Tidak 100 persen windfall. Sebab, jika Pertamina tidak menerapkan berbagai strategi, rugi juga,’’ terang Komaidi.
Ia mengingatkan fakta bahwa Pertamina memang menerapkan strategi bisnis yang tepat, karena tahun-tahun sebelumnya juga mampu meraih hasil positif.
Termasuk pada 2020, saat pandemi Covid-19. Ketika itu dimana banyak perusahaan migas dunia mengalami kerugian, ternyata Pertamina justru berhasil meraih laba sebesar Rp14 triliun.
Baca juga: Ditopang Pendapatan Usaha, Pertamina Patra Niaga Raup Laba Bersih 193,07 Juta Dolar AS di 2022
"Di tengah hantaman triple shocks berupa anjloknya harga minyak, jatuhnya permintaan minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, Pertamina justru memperlihatkan kinerja menggembirakan."
Padahal pada periode tersebut, sejumlah perusahaan migas dunia seperti Exxon Mobil Corporation, Chevron Corporation, dan BP melaporkan kinerja mereka melemah dan merugi.
BP membukukan rugi bersih sebesar US$ 5,7 miliar selama 2020 dan Exxon Mobil mengalami kerugian sebesar US$ 20,1 miliar. Nasib serupa juga dialami Chevron yang membukukan kerugian US$ 11 juta pada kuartal tahun yang sama.
Baca juga: Pertamina Klaim Paling Dirugikan oleh Praktik Pemalsuan Pelumas
Ke depan Komaidi mengingatkan, Pertamina untuk tetap berhati-hati menghadapi berbagai tantangan, termasuk terkait transisi energi.
Komaidi berharap, Pertamina lebih bijak dalam menetapkan portofolio investasi, termasuk di sektor energi fosil dan energi baru terbarukan (EBT). Terlebih, karena diperkirakan energi yang bersumber dari fosil masih dibutuhkan hingga 30-50 tahun ke depan.
‘’Saya kira isu-isu resesi dan ekonomi global, pelemahan mata uang, dan lainnya sudah biasa dihadapi oleh Pertamina. Namun persoalan transisi energi tergolong isu baru,’’ pungkasnya.