Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun Imbas Kenaikan Konsumsi Rokok Ekonomis

Dalam RPJMN 2020 - 2024, prevalensi perokok anak ditargetkan untuk turun menjadi 8.7 persen.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Penerimaan Cukai Hasil Tembakau Turun Imbas Kenaikan Konsumsi Rokok Ekonomis
Tribun Jatim/Danendra Kusuma
Petani tembakau di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, mengeringkan daun tembakau panenan sebelum dirajang. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam Konferensi Pers APBN Kita menyatakan bahwa penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada akhir April 2023 senilai Rp 72,35 triliun.

Realisasi penerimaan cukai rokok tersebut menurun 5,16 persen secara tahunan atau year on year (yoy) dibandingkan realisasi di periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 76,29 triliun.

Rendahnya penerimaan negara ini antara lain disebabkan kenaikan konsumsi rokok ekonomis dari golongan 2 dan 3 yang membayar tarif cukai lebih rendah.

Baca juga: Lewat Panja RUU Kesehatan, Asosiasi Tembakau Minta DPR Tinjau Ulang RUU Kesehatan

Fenomena perpindahan konsumsi ke rokok murah ini tidak hanya menjadi ancaman bagi penerimaan negara dari CHT, namun juga tidak sejalan dengan tujuan kesehatan, utamanya untuk menurunkan prevalensi perokok anak.

Dalam RPJMN 2020 - 2024, prevalensi perokok anak ditargetkan untuk turun menjadi 8.7 persen.

Dengan semakin banyaknya rokok murah, target ini terancam tidak tercapai.

Berita Rekomendasi

Kepala Laboratorium Ekonomi Departemen Ekonomi dan Bisnis Universitas Gadjah Mada Kun Haribowo menyoroti perilaku konsumsi masyarakat yang rentan terpengaruh dengan kebijakan kenaikan tarif CHT.

Pergeseran konsumsi rokok dari golongan 1 ke rokok golongan 2 dan 3 yang lebih murah sangat memungkinkan terjadi jika melihat gap harga yang cukup jauh antar golongan.

“Sebagai masyarakat yang rasional, konsumen tentu akan memilih rokok yang harganya sesuai dengan kondisi ekonominya. Dengan harga yang separuh antara golongan 1 dan 2, ada potensi pergeseran konsumsi ke golongan yang lebih murah,” ungkap Kun dalam Webinar KBR bertajuk Menilik Akar Penurunan Penerimaan Negara Dari Cukai Hasil Tembakau dan Implikasinya pada Pengendalian Konsumsi di Indonesia, dikutip Senin (12/6/2023).

Dalam analisanya, produksi rokok golongan 1 saat ini sangat elastis terhadap kenaikan cukai.

Penurunan produksi golongan 1 tidak dapat dikompensasi oleh kenaikan produksi golongan 2 dan 3 sehingga penerimaan CHT secara keseluruhan menjadi kontraksi.

Kun memprediksi outlook penerimaan CHT Semester 1 tahun 2023 pertama kali dalam 5 tahun terakhir akan mengalami penurunan hingga 6-14 persen (yoy).

“Perlu perbaikan dalam struktur tarif cukai HT untuk menghindari shifting dari segi demand maupun supply (produsen) termasuk pengaturan tarif cukai di dalam struktur tersebut,” kata Kun.

Analis Kebijakan Ahli Madya Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Sarno memaparkan bahwa saat ini memang terjadi dinamika pada produksi rokok di mana produksi rokok harga rendah (SKM golongan 2 dan SKT golongan 3) meningkat pesat dalam 4 tahun terakhir.

SKM golongan 2 dan SKT golongan 3 naik 31 persen dan 122 persen selama periode 2019-2022.

Kenaikan ini dapat disebabkan oleh semakin lebarnya gap tarif dan HJE golongan 2 dan 3 dengan golongan 1 yang otomatis berpengaruh pada penurunan penerimaan negara.

“Pasti berimpact (red: kepada penerimaan negara), meskipun kita berharap tren penurunan ini tidak terus berlanjut dan penerimaan CHT tercapai. Namun kita waspadai dan kita check terus,” ucap Sarno.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas