Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Adanya 4 Generasi dalam Satu Korporasi Jadi Tantangan Transformasi Bisnis

Tommy Wattimena, seorang Brand Evangelist dan Big Data Marketing Disciple yang memiliki segudang pengalaman menempati banyak posisi penting.

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Arif Fajar Nasucha
zoom-in Adanya 4 Generasi dalam Satu Korporasi Jadi Tantangan Transformasi Bisnis
Tribunnews.com/Fitri Wulandari
CEO Great Giant Foods (GGF) Tommy Wattimena saat tampil dalam CEP Speaks yang digelar BINUS Bussiness School di BINUS @Senayan JMC Campus, Jakarta Selatan, Rabu (21/6/2023). 

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menjadi seorang business leader bukan merupakan hal yang mudah, ada strategi yang harus dimiliki dan keputusan sulit yang terpaksa diambil untuk bisa membangun bahkan menyelamatkan perusahaan dari kegagalan.

Hal ini pula yang dialami oleh Tommy Wattimena, seorang Brand Evangelist dan Big Data Marketing Disciple yang memiliki segudang pengalaman menempati banyak posisi penting di berbagai perusahaan.

Saat ini ia menjabat sebagai CEO Great Giant Foods (GGF), perusahaan yang memiliki lini bisnis makanan terintegrasi secara vertikal, di mana salah satu anak usahanya adalah PT Great Giant Pineapple (GGP) yang merupakan pemegang saham pengendali PT Sreeya Sewu Indonesia Tbk.

Ia pun menjelaskan bahwa banyak bisnis yang kini berupaya bertransformasi, namun hanya 20 persen yang berhasil.

Salah satu tantangan yang dialami perusahaan dalam bertransformasi adalah adanya 4 generasi dalam satu perusahaan.

Mulai dari baby boomer, X generation, Millenial, dan Z Generation, untuk anak muda kalangan Z generation akan muncul dalam masa mendatang, namun kini dapat diprediksi ke arah mana konsepnya.

Baca juga: Khawatir Bisnis dengan Barat Rusak, Cina Batasi Kerja Sama dengan Bank Rusia

Berita Rekomendasi

4 generasi berbeda ini tentu memiliki mindset berbeda dalam memandang suatu pekerjaan, sehingga akan terasa sangat sulit bagi perusahaan bertransformasi, jika tidak melakukan kolaborasi pada tiap generasi.

"Kemudian this is the first time di era corporate ada 4 generasi bersamaan di dalam satu corporate," jelas Tommy, dalam CEO Speaks yang digelar BINUS Bussiness School @Senayan JWC Campus, Jakarta Selatan, Rabu (21/6/2023).

Generasi pertama, kata dia adalah baby boomer, itu adalah generasi yang lahir setelah perang dunia ke-II, biasanya memiliki konsep kerja 'hidup dan mati'.

"Disiplin, kantor masuk jam 8 (pagi), jam 7 udah ada di kantor dia. Kantor pulang jam 6 (sore), dia jam 10 (malam masih) ada di kantor. Jadi kerja adalah hidup dan mati," kata Tommy.

Ia menegaskan bahwa banyak perusahaan besar yang tumbuh dan bahkan maju hingga kini karena kerja keras dari para baby boomer ini.

"Sangat disiplin, karismatik, dan this is the real bussiness builder, banyak bisnis yang didevelop oleh original entrepreneur dari baby boomer. Dan mereka sangat quality oriented, product oriented, bussiness philosophynya para baby boomer adalah 'saya menang, lawan harus kalah'," tegas Tommy.

Baca juga: BCIC Bukukan Laba Bersih Rp73,23 Miliar di Kuartal I 2023

Sementara itu, dirinya berada di generasi terjepit yakni X generation yang berfokus pada brand differentiation, bagaimana melakukan branding image terhadap suatu perusahaan.

"Nah saya ada di X Generation, generasi kejepit. Generasi ini adalah we are really good in profit maximizer, jagoan bikin profit, bikin proses, we maximize profit at any cost. Sebab itu, environment, social is being damaged at our generation, motto kita adalah 'work hard, party hard'," tutur Tommy.

Selanjutnya, muncul generasi saat ini yakni kaum millenial yang narsis dan concern pada aspek eksplorasi experience.

Ia pun membandingkan generasi dirinya dengan generasi saat ini, di mana generasi X biasanya akan mengutamakan beli aset terlebih dahulu dibandingkan jalan-jalan ke luar negeri.

"Datanglah sekarang generasi millenial, generasi narsis, nah ini adalah generasi experience. Jadi kasarnya begini, kalau zaman saya, mesti punya mobil, punya rumah, baru jalan-jalan ke luar negeri," kata Tommy.

Ini berbanding terbalik dengan generasi millenial yang mementingkan eksplorasi pengalaman terlebih dahulu dibandingkan pencapaian.

"Kalau generasi millenial, jalan jalan dulu, it's experience generation, kalau generasi saya suka beli tanah, beli ruko, beli rumah banyak, generasi yang millenial adalah generasi yang experience. Jadi airbnb itu menjadi satu sentric dari millenial generation. Sedangkan kalau saya, karena product era (khas baby boomer) sudah lewat, kita jagoan yang namanya bikin branding, image, emotional differentiation," papar Tommy.

Pada akhirnya, dunia akan mengenal kalangan Z generation, dan tipikal generasi ini telah diprediksi meski belum terbentuk.

Menurutnya, Z generation berbeda dengan millenial yang narsis, karena mereka nantinya tidak terlalu mengutamakan penggunaan media sosial.

"Kemudian datanglah yang baru yang namanya Z generation, not yet terbentuk tapi kita sudah mulai tahu bahwa mereka tidak senarsis kakak-kakaknya. Jadi jarang mereka pakai yang namanya social media," tutur Tommy.

Tommy menjelaskan bahwa Facebook dan Instagram merupakan wadahnya para generasi millenial karena algoritma dua platform tersebut difokuskan berdasarkan sosial.

Ini tentu berbeda dengan Z generation yang mengelompokkan diri mereka berdasar pada ketertarikan, ini terjadi pada platform TikTok yang sedang berkembang pesat penggunaannya di tanah air.

"Jadi kalau millenial itu based on social, jadi kenaoa facebook sama instagram luar biasa di milenial, iti karena mereka algoritmanya berdasarkan sosial. Nah kalau z generation berdasarkan mereka organize them self berdasarkan interest. TikTok pakai interest algoritmanya, nah makanya mereka segmentasinya semakin nggak jelas," jelas Tommy.

Melihat fenomena berbeda pada tiap generasi, tentu hal yang nantinya harus dimiliki untuk menyatukan 4 generasi ini dalam satu lingkup perusahaan adalah tujuan atau purpose, bukan hanya sekadar mencari materi semata.

"Mereka organized them self based on interest, dan mereka merasa bahwa kakak-kakaknya yang narsis, papanya yang rusak alam itu, (karakter) mereka sekarang yang menanyakan, (maka) bisnis dan brand sekarang harus mempunya purpose, nggak cuma cari duit saja," tegas Tommy.

Terkait tujuan dari 'mau dibawa ke mana perusahaan itu', kata dia, akan ditentukan dari hasil kolaborasi keunggulan pada masing-masing generasi, baik itu product era, brand era, era social media hingga penyatuan dari keunggulan generasi Z.

"Apa purposenya? Nah ini yang kemudian menuntut bisnis di kemudian hari, anda harus mempunyai product yang bagus, mempunya brand differentiation yang bagus, mempunya experience offline dan online yang bagus, dan hrus mempunya purpose," tutur Tommy.

Dalam pengalamannya membawa perusahaan yang nyaris tenggelam untuk kemudian bangkit, ia berusaha mendobrak melalui ekonomi sirkular dan mendorong adanya konsep berkelanjutan dan ramah lingkungan.

Ia mengakui bahwa sebelumnya tidak ada anak muda yang mau bekerja sebagai petani, namun setelah mengganti misi untuk fokus pada konsep ekonomi sirkular, banyak anak muda yang tidak segan ingin bergabung bersamanya.

"Bisnis kalian itu buat apa? Mau cari duit saja? 'Nggak tertarik saya kerja sama anda', makanya begitu saya ubah (Sierad Produce menjadi Sreeya), saya punya company mission untuk circular, sustainable dan regenerative agriculture, biasanya yang apply nggak ada yang jadi petani kan, anak-anak muda kan maunya (punya pekerjaan) yang hi-tech," papar Tommy.

Saat ini ada belasan ribu pelamar yang menargetkan bekerja dengannya karena perubahan misi yang lebih fokus ke ekonomi sirkular.

"Rata-rata saya mendapat lamaran itu 3 ribu, begitu saya ubah misinya lebih purposeful, belasan ribu yang melamar ke perusahaan saya. Suddenly, being green is goal again," pungkas Tommy.

Melalui CEO Speaks ini, diharapkan kisah Tommy Wattimena dapat menginspirasi mahasiswa jurusan bisnis agar dapat memetik ilmu dari kisah hidupnya sebagai sumber inspirasi dan motivasi untuk berkarier di masa depan.

Karena mencapai posisi tinggi dari nol bukan merupakan hal yang mustahil.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas