Pembangkit Listrik Batu Bara Terpinggirkan, Bos PLN Sebut 51 Persen Energi di Indonesia Pakai EBT
PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi subcritical menjadi PLTU dengan teknologi supercritical
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang berbasis batu bara, semakin ditinggalkan, seiring komitmen Indonesia yang terus menggencarkan penggunaan energi berbasis hijau, alias terbarukan.
Komitmen ini ditegaskan Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara, Darmawan Prasodjo, di mana Perseroan mengacu Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk membangun pembangkit 21 Gigawatt (GW) energi baru terbarukan (EBT) dalam rentang 2021-2030.
"Kami merancang RUPTL yang paling hijau dalam sejarah PLN dan sejarah Indonesia yaitu 21 GW penambahan pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) atau 51,6 persen penambahan pembangkit berasal dari energi baru terbarukan," ujar Darwawan dalam rapat kerja bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, (5/7/2023).
Baca juga: Pemerintah Dorong PLN Perluas Pemanfaatan Abu Sisa Pembakaran Batu Bara PLTU
Ia juga menjelaskan, tidak hanya membangun pembangkit EBT baru, PLN juga mengganti teknologi di PLTU yang sebelumnya berteknologi subcritical menjadi PLTU dengan teknologi supercritical dan ultrasupercritical.
Ini mampu mengurangi emisi sebesar 15,4 juta ton CO2.
PLN terus berkomitmen melakukan transisi energi demi memastikan kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.
"Ini dilakukan bukan karena adanya perjanjian internasional, tetapi demi memastikan generasi mendatang lebih baik daripada hari ini. We’re doing. Because we do really care," pungkas Darmawan.
Dalam kesempatan berbeda, Direktur Manajemen Proyek dan Energi Baru Terbarukan PLN, Wiluyo Kusdwiharto mengungkapkan, target EBT ini terdiri dari pembangunan hidroenergi berkapasitas 10,4 GW, energi panas bumi 3,4 GW, bioenergi 0,6 GW, energi angin 5,3 GW, dan energi EBT jenis lainnya sekitar 1,5 GW.
"RUPTL sudah mengamanatkan PLN harus bangun 20,9 GW renewable energi. Dari situ kita akan bangun hidro 10,4 GW, panas bumi nya 3,4 GW, bioenergi 0,6 GW, angin 5 GW, lainnya 1,5 GW," ucap Wiluyo di Jakarta, Rabu (6/7/2023).
Ia melanjutkan, yang sudah Commercial Operation Date (COD) atau operasi itu sebesar 0,8 GW atau 800 megawatt.
Kemudian yang sedang konstruksi ada 5,4 GW. Sementara sisanya masih dalam proses pemetaan serta pencarian pendanaan untuk pembangunannya.
Baca juga: PLTU Pelabuhan Ratu Dinyatakan Andal Atasi Lonjakan Kebutuhan Listrik di Ramadan dan Idul Fitri
Wiluyo mengungkapkan, upaya-upaya ini merupakan langkah PLN dalam mendukung program transisi energi di Indonesia.
Sejumlah proyek pendukung RUPTL EBT PLN adalah proyek PLTS Apung di Cirata, Jawa Barat, yang memiliki kapasitas sebesar 145 GW.
Kemudian, ada pula proyek-proyek seperti di Sumatera yakni PLTA Pusangan I dan Pusangan II, dengan kapasitas sekitar 87 MW, PLTA Asahan III sebesar 187 MW, PLTA Batang Toru sekitar 510 MW, PLTA Merangin Jambi sekitar 350 MW, dan juga proyek PLTP di Sarulla, Merapi, dan Ijen.
"Proyek besar yang sedang ditunggu operasionalnya adalah proyek PLTS Agung Cirata sebesar 145 MW. InsyaAllah tahun ini selesai. Ada pula PLTA Asahan III, ada PLTP Dieng hingga Ijen," pungkasnya.