Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kurs Rupiah Terus Merosot, Mengapa Bisa Terjadi?

Semakin bagus data ekonomi AS, dolar AS semakin menguat karena ini mendukung kebijakan pengetatan moneter untuk menurunkan tekanan inflasi AS.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kurs Rupiah Terus Merosot, Mengapa Bisa Terjadi?
Tribunnews/JEPRIMA
Petugas menunjukkan uang rupiah dan dolar AS di salah satu gerai penukaran mata uang asing di Masagung Money Changer, Jakarta Pusat. Dalam sepekan terakhir nilai tukar mata uang rupiah terus mengalami kemerosotan. 

TRIBUNNEWS.COM -- Dalam sepekan terakhir nilai tukar mata uang rupiah terus mengalami kemerosotan.

Mata uang Garuda terus menurun sejak awal Juli lalu hingga menembus Rp 15.000/dolar Amerika Serikat.

Pada Senin (10/7/2023) ditutup pada level Rp 15.204/dolar AS, baru pada Selasa pagi, mata uang RI menguat tipis menjadi Rp 15.176 per Dolar AS.

Baca juga: Rupiah Selasa Pagi Dibuka Betah di Rp 15.200 Per Dolar AS

Diketahui, pada Minggu lalu, kurs rupiah mengalami tren pelemahan.

Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengungkapkan, pelemahan nilai tukar mata uang Garuda terdampak isu kenaikan suku bunga the Fed yang diprediksi akan terjadi sebanyak 2 kali lagi pada tahun ini.

Di awal pekan indeks dolar sempat sedikit melemah karena data ekonomi yang dirilis di bawah ekspektasi pasar.

Tetapi, data ekonomi AS yaitu data tenaga kerja versi pihak swasta ADP dan PMI sektor jasa dirilis lebih bagus dari prediksi.

Berita Rekomendasi

"Sehingga ini menguatkan sinyal dari Bank Sentral yang masih ingin menaikkan suku bunganya lagi yang mengakibatkan penguatan dolar AS," ucap Ariston kepada Tribunnews belum lama ini.

"Pelaku pasar akan mengkonfirmasikan lagi dengan data tenaga kerja AS versi pemerintah. Bila hasilnya sejalan dengan data semalam, dolar AS bisa menguat di awal pekan depan," sambungnya.

Ariston melanjutkan, pergerakan dolar ini memang masih bergantung dari data-data ekonomi AS yang akan dirilis ke depannya.

Baca juga: Anjlok 62 Poin, Rupiah Sore Ini Ditutup Melemah ke Rp 15.204 Per Dolar AS

Semakin bagus data ekonomi AS, dolar AS semakin menguat karena ini mendukung kebijakan pengetatan moneter untuk menurunkan tekanan inflasi AS.

Tingkat imbal hasil obligasi pemerintah AS pekan ini sudah mengalami kenaikan, yang artinya pasar mengantisipasi kebijakan kenaikan suku bunga acuan AS.

"Jadi tendensi penguatan dolar AS karena sentimen the Fed ini masih cukup besar. Pekan depan ada potensi pelemahan ke arah resisten di Rp 15.200, sementara potensi penguatan ke arah Rp 15.000," pungkasnya.

Masih Terkendali

Meskipun demikian, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI) Destry Damayanti menilai, nilai tukar rupiah masih terkendali. Bahkan, ruang apresiasi terbuka hingga penghujung tahun ini.

"Hingga akhir Juni nilai tukar rupiah relaif terkendali," ujar dia, dalam Rapat Kerja Badan Anggaran DPR RI, Senin (10/7/2023).

Destry mengatakan, pada Juni lalu rerata nilai tukar rupiah melemah sebesar 0,68 persen dibanding rerata bulan sebelumnya. Selain itu, nilai tukar rupiah hingga akhir Juni juga melemah 0,02 persen dibanding akhir Mei.

Baca juga: Senin Pagi Rupiah Masih di Level Rp 15.100 per Dolar AS, Pengamat Ungkap Ada Potensi Pelemahan

Akan tetapi, jika dilihat sejak awal tahun hingga Juni 2023 (year to date/ytd), nilai tukar ruppiah masih menguat 3,84 persen.

Apresiasi secara tahun kalender ini masih lebih baik dibanding dengan berbagai mata uang negara tetangga. Tercatat peso Filipina dan rupee India hanya menguat 0,86 persen dan 0,72 persen.

Sementara itu, dollar Singapura, baht Thailand, hingga ringgit Malaysia masing-masing terkoreksi sebesar 0,72 persen, 1,90 persen, dan 5,62 persen.

"Dan ke depan Bank Indoneisa masih melihat ruang apresiasi rupiah masih ada," kata Destry.

Optimisme itu didukung oleh berbagai indikator perekonomian yang diprediksi terus positif, utamanya surplus transaksi berjalan dan aliran modal asing masuk.

Pada saat bersamaan, BI akan terus memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah, khususnya melalui triple interventiondan twist operation untuk mengendalikan inflasi barang impor dan memitigasi risiko rambatan ketidakpastian pasar keuangan global.

"Operasi moneter valas terus diperkuat, termasuk optimalisasi TD valas DHE, serta penambahan frekuensi dan tenor lelang TD valas jangka pendek," ucap Destry.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas