Fasilitas Pascapanen Pemerintah Mangkrak, Moeldoko: Petani Tak Mampu Bayar Listriknya
Petua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI ) Moeldoko mengungkap, banyak fasilitas pasca-panen yang mangkrak atau terbengkalai.
Penulis: Endrapta Ibrahim Pramudhiaz
Editor: Hendra Gunawan
Laporan wartawan Tribunnews.com, Endrapta Pramudhiaz
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI ) Moeldoko mengungkap, banyak fasilitas pasca-panen yang mangkrak atau terbengkalai.
Fasilitas ini tidak digunakan sebagai mestinya, utamanya karena para petani tak mampu membayar biaya kelistrikannya.
Salah satu fasilitas yang terbengkalai adalah dryer padi. Moeldoko mengatakan, alat ini dibutuhkan karena padi itu harus segera mendapatkan sinar matahari. Tidak boleh lebih dari enam jam.
Baca juga: Masih Banyak Petani Tua, Perlu Regenerasi Majukan Sektor Pertanian
"Makanya di situ perlu dryer. Pemerintah sebenarnya sudah sangat baik (menyediakan fasilitas dryer, red)," kata Moeldoko di acara Kompas Talks: Ketahanan Pangan Melalui Elektrifikasi Agrikultur, dikutip Kamis (13/7/2023).
Namun, dari penglihatan Moeldoko ketika pulang ke kampungnya, dryer tersebut dibiarkan menganggur karena masyarakat tak kuat membayar listriknya.
Kemudian, ada lagi fasilitas cold storage yang sudah disediakan pemerintah, tak dapat dimanfaatkan dengan baik karena ketidakmampuan membayar listriknya.
"Cold storage butuh elektrifikasi. Masyarakat tidak mampu untuk pakai itu karena harga listriknya yang mahal. Akhirnya nganggur lagi barangnya," ujar pria yang juga Kepala Staf Kepresidenan itu.
Baca juga: Malaysia Ibarat Liga Petani, Dominasi Tak Terbantahkan Johor Darul Tazim di Negeri Jiran
Padahal, kata Moeldoko, pangan seperti tomat dan cabai membutuhkan cold storage agar mencegah dari kelayuan.
"Kalau tidak ada cold storage, itu tomat tidak lama akan layu. (Jadi) enggak punya harga jual. Makanya butuh cold storage," ujarnya.
Tak berhenti di situ. Ada fasilitas pasca-panen yang tidak digunakan sebagaimana mestinya, yaitu resi gudang.
Resi gudang sendiri dibangun karena pada saat panen, harga selalu turun. Maka diadakan sebagai upaya menstabilkan harga.
"Pemerintah menyiapkan gudang, 'Hei, masyarakat. Masukkan dulu barangmu ke gudang, dikasih resi, setelah itu bisa dibawa ke perbankan.' Tapi rata-rata petani kita dua minggu sebelum panen sudah mau tenggelam. Akhirnya buru-buru dipakai gudangnya," kata Moeldoko.
"Saya melihat ada sebuah gudang di Jawa Timur itu malah justru waktu ramai-ramainya akik, (gudangnya) dipakai sebagai pameran akik. Ironis, tapi nyata," lanjutnya.