Picu Downtrading, Ekonom Dorong Pemerintah Tanggulangi Selisih Tarif CHT
Konsumsi rokok masyarakat Indonesia bergeser dari golongan I ke golongan II diduga akibat selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Konsumsi rokok masyarakat Indonesia bergeser dari golongan I ke golongan II diduga akibat selisih tarif cukai hasil tembakau (CHT).
Ekonom Universitas Indonesia Vid Adrison menilai penurunan produksi pada golongan I terjadi karena turunnya permintaan pasar di golongan I sehingga memicu terjadinya downtrading.
“Downtrading artinya ada kenaikan (produksi) di golongan bawah, yakni di golongan II,” ujar Vid dalam keterangannya, Senin (17/7/2023).
Baca juga: Industri Tembakau Dikhawatirkan Lumpuh Jika Iklan Rokok Dilarang Total
Vid menyebut hal ini merupakan dampak dari cukai berlapis.
Produk dengan dengan tarif tertinggi harga jual eceran minimumnya pun paling tinggi.
Produk dengan tarif cukai lebih rendah, harga jual eceran minimumnya pun lebih rendah.
Akibatnya, terjadi kesenjangan harga yang lebar antara rokok yang dikenai tarif tertinggi dengan rokok-rokok lain dengan tarif yang lebih rendah.
Ia juga melihat pabrikan golongan bawah cerdik memanfaatkan hal ini.
“Artinya, mereka memiliki kesempatan untuk menjual rokok lebih murah dibandingkan di golongan I. Ini yang mengakibatkan orang pindah dari golongan I ke golongan II,” katanya.
Vid berpendapat bahwa selama rokok dikenakan cukai yang berbeda-beda, masyarakat seolah diberi insentif untuk memilih produk dengan harga yang lebih rendah.
Baca juga: Pelaku Usaha Dukung Pemerintah Cegah Penyalahgunaan Produk Tembakau Alternatif
"Coba seandainya ada merek A harga Rp30.000, merek B harga Rp20.000 dengan rasa tidak jauh beda, kira-kira pilih yang mana? Teman-teman saya banyak yang dulunya mengonsumsi rokok golongan I pindah ke golongan II," kata Vid.
Pengamat ekonomi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Gigih Prihantono mengatakan kebijakan cukai yang berlaku bisa menjadi tidak efektif karena seharusnya rokok dijual dengan harga mahal.
“Selisih tarif antar golongan dalam sistem tarif cukai saat ini perlu ditanggulangi,” katanya.
Tidak hanya itu, Gigih menilai pemerintah juga perlu memperhatikan tingginya produksi rokok ilegal yang berpotensi merugikan pendapatan negara.
“Sudah jelas bahwa masyarakat berpindah dari barang mahal ke barang murah, nah di sini pemerintah juga harus memperkecil peredaran dari rokok yang tidak bercukai,” ujarnya.
Kementerian Keuangan mengonfirmasi situasi ini beberapa waktu lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan terjadinya penurunan realisasi penerimaan negara dari CHT pada Januari – Mei 2023 sebesar 12,45 persen yoy, yang diakibatkan oleh penurunan produksi rokok golongan I pada segmen sigaret kretek mesin (SKM) maupun sigaret putih mesin (SPM), sedangkan di sisi lain rokok golongan di bawahnya justru mengalami peningkatan.