Gelombang PHK Sektor Perbankan Diprediksi Masih akan Berlangsung dalam 5 Tahun ke Depan
Pemangkasan karyawan di unit sekuritas Credit Suisse bertujuan untuk menekan biaya operasional di perusahaan patungannya.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Seno Tri Sulistiyono
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perusahaan perbankan investasi Credit Suisse kembali mengumumkan pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap lebih dari 40 karyawan di unit sekuritas China.
Awal tahun ini, lembaga pemberi pinjaman itu juga telah melakukan pemangkasan terhadap 10 persen karyawannya di Eropa sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan imbas krisis likuiditas yang terjadi.
Pengamat dan praktisi sustainable finance Rizky Wisnoentoro mengatakan, tren PHK di perbankan global kemungkinan belum akan berakhir tahun ini.
Baca juga: Credit Suisse Kembali Lakukan PHK, Puluhan Karyawan di Unit Sekuritas China Terdampak
"Menarik untuk dikaji, potensi layoff kalangan perbankan global masih mungkin terjadi, setidaknya dalam lima tahun ke depan. Tekanan dari automation, digitalisasi, dan efisiensi akan cukup mengemuka," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews.com, Minggu (23/7/2023).
Adapun dirinya belum dapat menelaah alasan perusahaan asal Swiss tersebut memutuskan untuk mengurangi karyawan di unit sekuritas.
"Terkait hal ini, tidak dapat digeneralisir, jadi ada baiknya kita menunggu klarifikasi resmi dari Credit Suisse. Khususnya untuk rumor mengenai layoff pada sayap bisnis mereka di China," katanya.
Kendati demikian, menurut Rizky, suku bunga tinggi masih berpotensi menjadi opsi yang akan diambil dan sekaligus berdampak secara global.
Tekanan untuk mengurangi inflasi masih tetap akan menjadi faktor yang menuntut perhatian besar, khususnya di industri keuangan global.
"Namun saya pribadi berharap, semoga penerapannya di paruh kedua tahun ini ataupun di tahun depan akan lebih 'ramah pasar', sehingga dampaknya dapat lebih sustainable," tutur dia.
Sementara untuk perbankan di Indonesia, dirinya masih positif berharap situasi akan stabil dan tetap kondusif, di mana yang akan semakin menuntut perhatian ialah fokus terhadap fee-based income dan dana murah.
"Untuk obyek-obyek bisnis yang lebih berdampak secara ekosistem. Baik itu kepada ekosistem sosial-ekonomi, maupun ekosistem lingkungan hidup secara ekologis," pungkas Rizky.
Diberitakan sebelumnya, menurut sebuah sumber, pemangkasan karyawan di unit sekuritas Credit Suisse bertujuan untuk menekan biaya operasional di perusahaan patungannya.
“Langkah ini bertujuan untuk lebih memperketat pengeluaran di perusahaan patungan karena Credit Suisse berusaha membendung kerugian,” kata sumber tersebut.
Usaha patungan tersebut membukukan kerugian bersih sebesar 254,5 juta yuan atau sekitar 35,27 juta dolar AS pada 2022, menurut laporan tahunannya.
Adapun PHK tersebut juga dilakukan karena Credit Suisse dan mitra usaha patungannya, Founder Securities, menjual unit tersebut dan terlibat dengan pembeli potensial seperti Citigroup.
Di sisi lain, UBS berencana untuk melepaskan holding setelah merger karena terikat oleh peraturan China untuk memiliki kendali tidak lebih dari satu usaha patungan sekuritas.
Meski demikian, UBS harus menyelamatkan saingannya yang dilanda krisis lintas kota awal tahun ini.
Credit Suisse PHK 10 Persen Staf di Eropa
Awal tahun ini, lembaga pemberi pinjaman itu juga telah melakukan pemangkasan terhadap 10 persen karyawannya di Eropa sebagai bagian dari restrukturisasi perusahaan imbas krisis likuiditas yang terjadi.
Krisis likuiditas mulai dialami oleh Credit Suisse sejak Oktober tahun lalu, tepatnya setelah bank sentral kompak menyerukan langkah hawkish dengan mengerek naik suku bunga acuan ke level tertinggi.
Meski kenaikan suku bunga dianggap sebagai cara paling efektif untuk menyeimbangkan harga dan membuat laju inflasi melandai, tetapi kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral seperti The Fed hingga European Central Bank (ECB) telah memicu penurunan laba pada sejumlah perbankan di global termasuk Credit Suisse.