Soal Longspan Bikin LRT Jabodebek Bergerak Lebih Lambat, Anak Buah Erick Thohir: Ini Lebih Ekonomis
Light Rail Transit (LRT) melintas di jembatan rel lengkung (longspan) LRT Kuningan
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga angkat suara terkait Longspan atau bentangan beton panjang yang ada di lintasan Lintas Raya Terpadu (LRT) yang tanpa tiang dan mengharuskan LRT bergerak lebih lambat.
Menurut Arya, hal tersebut merupakan pilihan tepat, baik dari sisi ekonomi maupun konstruksi.
Longspan yang panjang tanpa tiang tambahan akan memuat LRT jauh lebih efisien. Dengan demikian, tanpa tiang membuatnya lebih efisien.
Baca juga: Menhub Jamin Longspan LRT Aman Meski Sempit
Namun, Arya mengaku bahwa memang ada konsekuensi dari efisiensi ini, yaitu kereta jalannya menjadi agak lambat.
“Dari sisi ekonomi, ini pun lebih ekonomis dibandingkan harus bangun tiang. Ataupun memperbesar ruang bagi LRT. Dan itu dari sisi waktu tidaklah begitu banyak, karena toh tidak terlalu panjang Longspan tersebut," ungkap Arya dalam pernyataan tertulis dikutip, Jumat (4/8/2023).
"Dari sisi waktu tidak merugikan. Dan jika membangun tiang-tiang di tengah, maka akan jauh lebih mahal,” sambungnya.
Arya kembali mengatakan bahwa LRT atau kereta api ringan yang sedang dibangun di Jakarta ini merupakan proyek yang memberikan manfaat optimal bagi bangsa Indonesia.
Melalui PT INKA (Persero), Indonesia menangkap alih teknologi dari sebuah proyek infrastruktur dengan konsep teknologi terbaru di dunia, yaitu LRT tanpa masinis.
Menurut Arya, LRT yang dibangun saat ini di Jakarta merupakan produk yang memiliki spesifikasi INKA dengan teknologi generasi terbaru.
Baca juga: Soal Operasional LRT Jabodebek Berpotensi Molor dari Jadwal, Pengamat Nilai Itu Hal Lumrah
Setiap alih teknologi akan ada konsekuensinya. Sekarang Indonesia mampu membangun LRT generasi terbaru dan terbaik, tetapi dibuat oleh perusahaan lokal.
“Mau gak mau, INKA harus belajar. Memang ada sumber daya lebih yang harus kita alokasikan. Tetapi itu konsekuensi dari sebuah alih teknologi. Ada waktu lebih yang diberikan," papar Arya.
"Dan sekarang, ketika INKA harus membangun hal yang sama, sudah gampang. Untuk pertama kali memang lebih berat. Itu konsekuensinya, jadi wajar,” pungkasnya.