Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pemerintah Diminta Tak Bertumpu Pada Harga Gas Murah Saja untuk Genjot Daya Saing Industri

Pemerintah perlu berpikir ulang dalam menetapkan langkah yang tepat meningkatan daya saing industri, agar tidak hanya terfokus pada harga gas murah.

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Pemerintah Diminta Tak Bertumpu Pada Harga Gas Murah Saja untuk Genjot Daya Saing Industri
INDONESIAN INDUSTRY
Pemerintah diminta mengkaji ulang dalam menetapkan langkah yang tepat meningkatan daya saing industri, agar tidak hanya terfokus pada urusan harga gas murah. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah diminta mengkaji lebih luas dalam meningkatkan daya saing industri, agar tidak bertumpu pada satu faktor saja. Direktur Eksekutif Reforminer Institute, Komaidi Notonegoro mengatakan, banyak faktor untuk meningkatkan daya saing industri Indonesia seperti perizinan, bahan baku, tenaga kerja terampil dan mesin yang kompetitif, bukan hanya pada harga gas.

"Kalau kita bicara daya saing harga gas Ini hanya salah satu faktor sebetulnya karena daya saing itu dibentuk oleh puluhan faktor," kata Komaidi ditulis Rabu (9/8/2023).

Menurutnya, pemerintah perlu berpikir ulang dalam menetapkan langkah yang tepat meningkatan daya saing industri, agar tidak hanya terfokus pada urusan harga gas murah.

Karena dikhawatirkan jika upaya tersebut tidak tepat sasaran akan mengorbankan iklim investasi migas menjadi kurang kondusif. "Itu satu aspek betul bahwa kalau harga gas murah maka daya saing secara relatif katakanlah akan naik tetapi perlu dilihat daya pengungkitnya," tutur Komaidi.

Komaidi menyebut, berdasarkan catatan studi Reforminer Institute upaya meningkatkan daya saing industri dengan menurunkan harga gas menjadi USD 6 per MMBTU belum berdampak, hal ini tercermin pada serapan gas oleh industri belum optimal sesuai alokasi yang ditetapkan.

"Yang perlu dilihat begitu ada beberapa hal catatan dari kami studi yang kami lakukan selama implementasi harga gas khusus paling tidak selama 3 tahun terakhir itu serapannya selalu di bawah dari alokasi," ucapnya.

Komaidi melanjutkan, pengorbanan negara atas kebijakan harga gas USD 6 per MMBTU tersebut pun cukup besar, yaitu kehilangan PNBP mencapai Rp 30 triliun dalam tiga tahun, pengorbanan tersebut pun tidak sesuai dari hasil yang didapatkan dari sektor industri.

Baca juga: Potensi Bisnis Industri Gas di Tengah Gejolak Harga Gas Alam Global Dinilai Masih Menjanjikan

Berita Rekomendasi

"Sampai sejauh ini besaran yang dikorbankan oleh pemerintah dalam tanda petik karena kemudian pemerintah merelakan untuk bagian penerimaan negara dari PNBP gas berkurang itu belum sepadan dengan yang diterima dari tambahan penerimaan dari pajak dari sektor sektor industri penerima harga gas khusus tadi," tuturnya.

Sekretaris Jenderal ASPERMIGAS Elan Biantoro memandang, dalam pelaksanaan gas murah untuk industri perlu diatur secara komprehensif agar tidak hanya salah satu pihak yang diuntungkan atau dirugikan, sehingga terjadi pemerataan ekonomi.

Baca juga: Kebijakan Harga Gas Bumi Tertentu Jadi Beban Industri Hulu Migas

"Itu yang agar di atur oleh pemerintah dan ini memang akan multi sektoral pembahasannya dari uspstream sampai ke pembeli perlu ada koordinasi yang baik yang itu semuanya adalah otoritas pemerintah yang harus mengkoordinirnya," ucapnya.

Terkait dengan perluasan sektor industri yang mendapatkan fasilitas harga gas USD 6 per MMBTU, Elan memandang rencana tersebut harus diwujudkan secara bertahap, disiapkan masa transisinya agar tidak memunculkan masalah dikemudian hari dan tercipta Multiplier effect bagi perekenomian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas