Penuhi Standar Industri, Wilmar Luncurkan Program Revitalisasi Penggilingan di Banten
Rice Business Head PT Wilmar Padi Indonesia Saronto mengatakan selama ini, pelaku penggilingan lokal menghadapi masalah teknologi.
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rice Business Head PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) Saronto mengatakan selama ini, pelaku penggilingan lokal menghadapi masalah teknologi.
Untuk itu, PT Wilmar Padi Indonesia memulai program dalam membantu meningkatkan kemampuan pelaku usaha penggilingan melalui Mill Engagement Program (MEP).
Program ini akan fokus dalam peningkatan teknologi dan memberikan pendampingan dari tim perusahaan.
Baca juga: Terima Keluhan Komunitas Penggilingan Padi, Yandri Susanto Beri Dukungan untuk Usaha Lokal
Pilot project program tersebut akan dilaksanakan di Serang, Banten. Program itu diharapkan dapat sesuai dengan arahan pemerintah dalam mendorong revitalisasi usaha penggilingan.
“Program ini diharapkan dapat membantu pelaku usaha penggilingan dalam meningkatkan bisnisnya dalam jangka panjang,” tutur Saronto.
Bentuk bantuan dalam MEP akan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing penggilingan. Saronto mencontohkan, masalah yang umum dihadapi penggilingan di Serang adalah gabah berbau asap karena pemanggangan dilakukan secara tradisional.
Hal itu menyebabkan beras dari penggilingan belum memenuhi standar industri. Pelaku usaha penggilingan umumnya memasarkan di luar perusahaan karena dapat menerima beras dengan kualitas tersebut meski harganya jualnya lebih rendah.
Saat ini WPI telah menjalin kerjasama dengan sekitar 92 penggilingan padi di Banten dan Jawa Timur. Dari jumlah tersebut, pihaknya berharap akan lebih banyak lagi pelaku usaha yang bergabung dalam MEP.
“Kami siap mendukung upaya pemerintah dalam merevitalisasi penggilingan,” ujar Saronto.
Pelaku usaha penggilingan menyambut baik program tersebut. Somali, pelaku usaha penggilingan di Kasemen, Kabupaten Serang adalah salah satu peserta MEP. Saat ini dia sedang membangun penggilingan baru berkapasitas 20 ton per hari, yang akan dikhususkan untuk produksi beras premium. WPI akan memberikan bantuan teknologi tungku dan pendampingan teknis.
Baca juga: HPP Gabah dan Beras Naik 20 Persen, Kepala Bapanas Klaim Bisa Dongkrak Pendapatan Petani
“Setelah menjadi pemasok gabah selama dua tahun ini, saya ingin coba ke beras premium agar bisnis naik kelas,” kata dia.
Senada, pengusaha penggilingan lainnya, Eka Hidayatulloh juga berpartisipasi dalam MEP. Penggilingan padi miliknya akan mendapatkan bantuan teknologi dan pendampingan dari WPI. “Saya ingin menjalankan dua-duanya, penggilingan beras dan gabah,” ungkap dia.
Harga Gabah Tinggi
Sementara itu, Somali menjelaskan sejumlah faktor telah menyebabkan harga gabah tinggi. Salah satunya adalah karena di Banten belum memasuki waktu panen sehingga banyak tengkulak yang berebut gabah. Hal itu mendorong mereka membeli dengan sistem ijon. Akibatnya, banyak padi yang belum waktunya dipanen tetapi dipotong lebih awal, sehingga rendemennya rendah.
“Saat ini barang (gabah) masih ada, tetapi harga tinggi tetapi rendemennya rendah,” kata dia.
Umumnya, harga gabah di Serang mencapai Rp 6.400 – Rp 6.500 per kg, bahkan tengkulak dari luar daerah berani membeli Rp 6.600 per kg. Sedangkan harga beli di WPI hanya Rp 6.200- Rp 6.300 per kg.
Hal itu mendorong penggilingan lebih banyak menjual ke tengkulak. Meski demikian, Somali masih memasok ke pabrik karena pembayarannya lebih cepat dibanding dengan tengkulak.
Menurut Eka, Meski sudah cukup lama menjadi pemasok regular di WPI, sudah sebulan terakhir dia berhenti memasok karena harga gabah di luar Rp 6.500 per kg dibandingkan WPI yang hanya Rp 6.200 – Rp 6.300 per kg, belum termasuk potongan rafaksi.
“Saya sementara berhenti dulu (pasok ke Wilmar) karena harga di luar lebih tinggi,” ujar Eka.(Kontan)