Guru hingga 'Emak-emak' Jadi Kalangan Yang Kerap Terjerat Pinjol Ilegal
Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, salah satu profesi yang paling sering terjerat pinjol ilegal adalah guru.
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan, jumlah masyarakat yang terjerat pinjaman online (pinjol) ilegal tercatat cukup banyak, dan menyasar berbagai kalangan. Utamanya kalangan ekonomi menengah ke bawah.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi mengungkapkan, salah satu profesi yang paling sering terjerat pinjol ilegal adalah guru.
Baca juga: Anies Sebut Pemerintah Harus Beri Lapangan Pekerjaan Supaya Masyarakat Tidak Terjerat Pinjol
Kemudian, di posisi selanjutnya ada Ibu Rumah Tangga atau 'emak-emak'.
Tak hanya itu, pinjol ilegal juga kerap menjerat masyarakat yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
Pinjaman online ilegal merupakan salah satu jenis entitas yang masuk ke dalam aktivitas keuangan ilegal yang perlu diberantas.
"Karena kalau kita lihat pinjol ilegal kan ada satu survei independen. Korbannya paling banyak nomor satu siapa? Guru. Kasian ya," ucap Friderica dalam dialog Forum Merdeka Barat 9, Senin (21/8/2023).
"Kemudian korban PHK, jadi orang yang memang butuh. Dan juga ibu rumah tangga. Jadi kasian banget. Sangat rentan," sambungnya.
Dalam kesempatan tersebut ia juga mengatakan, jumlah kerugian masyarakat akibat terjerat dari kegiatan keuangan ilegal menembus angka Rp139,03 triliun.
Angka tersebut diambil dalam periode 2017 hingga 2022.
"Yang ilegal ini banyak sekali entitas-entitas ilegal yang disampaikan, bahwa angkanya lebih dari Rp100 triliun," ucap Friderica.
Ia melanjutkan, aktivitas keuangan ilegal ini terbagi ke dalam beberapa jenis entitas.
Mulai dari investasi ilegal, pinjaman online (pinjol) ilegal, hingga gadai.
Friderica juga membeberkan bahwa pihaknya bersama stakeholder terkait yakni pihak Kepolisian dan juga Kementerian Komunikasi dan Informatika telah menghentikan 6.895 entitas sejak 2017 hingga 3 Agustus 2023.