BKPM: Investor Minati Pengembangan Energi Terbarukan di Indonesia
BKPM menjembatani minat investor dalam pengembangan energi terbarukan di Indonesia dengan mitra lokal.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) mendorong Indonesia melakukan reformasi sistem ketenagalistrikan yang mampu mengintegrasikan energi terbarukan.
Antara lain energi surya dan angin atau yang lebih dikenal sebagai Variable Renewable Energy (VRE) atau variabel energi terbarukan, dengan kapasitas yang lebih besar melalui pengoperasian sistem ketenagalistrikan yang fleksibel sehingga memperkuat kapasitas perkiraan (forecasting) VRE dan revitalisasi infrastruktur jaringan.
Peluang untuk mereformasi sistem ketenagalistrikan Indonesia dengan lebih banyak kapasitas energi terbarukan perlu dukungan investasi yang mumpuni.
Direktur Hilirisasi Mineral dan Batubara Kementerian Investasi/BKPM RI Hasyim Daeng Barang mengatakan, minat investor terhadap pengembangan energi terbarukan di Indonesia mulai terbangun.
Pihaknya berupaya menjembatani kebutuhan investor, khususnya terkait inisiasi pengembangan proyek energi baru terbarukan dengan menghubungkan investor dengan pihak yang berkepentingan.
“Kementerian Investasi/BKPM berupaya memberikan informasi yang komprehensif kepada investor melalui penyusunan penawaran proyek yang dapat diinvestasi (Investment Project Ready to Offer) dengan keluaran berupa dokumen pra feasibility study terkait proyek strategis di daerah,” jelas Hasyim dalam Indonesia Energy Transition Dialogue 2023 dikutip Kamis (21/9/2023).
Selain mendorong investasi pada sektor potensial/prioritas, urgensi keberlanjutan tetap merupakan tanggung jawab seluruh sektor perekonomian.
Senior Advisor Programme Manager International Energy Agency (IEA) Michael Waldron mengenalkan enam tahapan integrasi variabel energi terbarukan di dalam sistem ketenagalistrikan.
Menurut Michael, Indonesia, dengan bauran variabel energi terbarukan-nya yang saat ini masih berada di bawah 1 persen, berada di dalam tahap satu dari integrasi variabel energi terbarukan.
Baca juga: Indonesia Siap Pacu Pemanfaatan 3,35 Gigawatts Energi Geothermal di 2030
Hal ini berarti pengoperasian variabel energi terbarukan masih memberikan dampak yang sangat minor terhadap sistem ketenagalistrikan.
Namun, perencanaan ke depannya perlu tetap mempertimbangkan bauran variabel energi terbarukan yang lebih tinggi, apalagi biaya pembangkitan variabel energi terbarukan memiliki tren yang semakin menurun selama satu dekade terakhir.
Menyoal harga sistem ketenagalistrikan dan biaya investasi di Indonesia, Michael menilai masih berada di atas harga yang ditetapkan oleh pasar internasional.
Hal ini membuat keekonomian pembangunan energi terbarukan tidak cukup menarik di Indonesia.
Baca juga: Xurya Ajak Lebih Banyak Pelaku Industri Jawa Timur Gunakan Energi Terbarukan