Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Penerimaan CHT Turun 5,82 Persen, Ini Penyebabnya Menurut Bea Cukai

Penerimaan cukai hasil tembakau sampai Agustus 2023 mencapai Rp126,8 triliun, turun 5,82 persen jika dibandingkan periode sama di 2022.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Penerimaan CHT Turun 5,82 Persen, Ini Penyebabnya Menurut Bea Cukai
dok. Kompas
Aktivitas buruh di sebuah pabrik rokok sigaret kretek tangan di Sidoarjo, Jawa Timur. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 mencapai Rp126,8 triliun, turun 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) mencatat penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) hingga akhir Agustus 2023 mencapai Rp126,8 triliun, turun 5,82 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama pada 2022.

Hal ini disebabkan fenomena peralihan konsumsi rokok dari rokok golongan tertinggi ke rokok murah (downtrading).

Penerimaan CHT sepanjang tahun 2023 pun diperkirakan tidak akan mencapai target APBN 2023 sbesar Rp232,5 triliun.

Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa DJBC Kemenkeu, Nirwala Dwi Heryanto mengatakan pihaknya memperkirakan realisasi penerimaan CHT pada akhir 2023 diperkirakan bakal mencapai Rp218,1 triliun atau hanya 93,8 persen dari target.

Apabila benar terjadi, ini adalah rekor baru di mana sebelumnya realisasi penerimaan CHT selalu berhasil melampaui target yang dicanangkan dalam APBN.

Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Bea Cukai Jawa Timur I Untung Basuki mengatakan downtrading memang menjadi tantangan bagi Bea Cukai, khususnya dalam optimalisasi penerimaan CHT.

BERITA REKOMENDASI

Untung menyebut bahwa fenomena ini sangat terasa di Jawa Timur yang pada dasarnya merupakan penyumbang penerimaan CHT terbesar di Indonesia.

“Karena golongan I sudah terlalu tinggi, maka mereka (masyarakat) cenderung beralih ke golongan II yang tarif cukainya relatif lebih rendah,” ujarnya, dikutip Senin (2/10/2023).

Pada akhirnya, menurut Untung, hal ini berimbas terhadap penerimaan CHT.

Baca juga: Rokok Tanpa Cukai Dijual Bebas Langsung ke Pemakai di Alun-alun Kota Cimahi

Sebab, dengan tarif yang lebih tinggi, maka penurunan konsumsi rokok golongan I akan secara langsung menggerus pendapatan negara dari CHT secara signifikan jika dibandingkan dengan golongan II dan III.

Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) Risky Kusuma Hartono juga melihat fenomena downtrading sebagai sebuah permasalahan mendesak.


Risky berpendapat, terjadinya pergeseran konsumsi ini merupakan bukti dari tidak efektifnya kebijakan CHT yang berlaku. Hal ini karena perpindahan konsumsi rokok ke rokok yang lebih murah di masyarakat berlawanan dengan semangat pengendalian konsumsi yang menjadi salah satu tujuan kenaikan cukai.

Baca juga: Ekonom INDEF Soroti Rencana Pemerintah Genjot Penerimaan Cukai Tahun 2024

Risky melihat sebetulnya ada solusi yang bisa dilakukan pemerintah untuk mengatasi downtrading.

“Perlu dikecilkan lagi gap tarifnya agar harganya tidak jauh berbeda, tapi kalau paling bagus ya disederhanakan struktur tarifnya,” katanya.

Persoalan lain yang terkait dengan fenomena downtrading terletak pada struktur tarif cukai.

Menurut Risky, struktur tarif yang makin rumit justru menjauhkan tujuan dari kenaikan cukai itu. Agar kebijakan kenaikan CHT efektif, imbuh Risky, penyederhanaan struktur tarif cukai perlu menjadi solusi negara.

“Pemerintah sebetulnya sudah mempunyai rencana di RPJMN terkait simplifikasi. Maka, itu perlu diimplementasikan terlebih dahulu,” pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas