Impor Pakaian Jadi Hingga Mainan Anak Diperketat karena Ganggu Pasar UMKM dan Industri Domestik
Pemerintah memperketat impor komoditas tertentu seperti pakaian jadi, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil dan sebagainya.
Penulis: Nitis Hawaroh
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nitis Hawaroh
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyatakan, pemerintah melakukan pengetatan impor komoditas tertentu seperti pakaian jadi, mainan anak, elektronik, alas kaki, kosmetik, barang tekstil sudah jadi lainnya, obat tradisional dan suplemen kesehatan, dan produk tas.
Airlangga bilang, hal tersebut menjadi perhatian serius pemerintah terhadap barang impor yang dapat mengganggu masyarakat dan pasar dalam negeri.
Terlebih, akhir-akhir ini muncul banyak keluhan baik dari pedagang, asosiasi usaha, maupun masyarakat terkait maraknya peredaran barang impor di pasar tradisional, sepinya pasar-pasar tradisional, dan peningkatan penjualan barang-barang impor melalui platform digital (e-Commerce).
"Nah, yang eks impor ini kalau tidak diatur kembali, tentunya akan mengganggu pasar dan produksi dalam negeri. Juga maraknya impor ilegal pakaian bekas (thrifting), dan masih banyaknya PHK di industri tekstil. Oleh karena itu, perlu pengaturan kembali untuk di-regulasi ulang," ujar Airlangga Hartarto dikutip dalam keterangannya, Sabtu (7/10/2023).
Airlangga bilang, pengawasan yang sifatnya Post-Border akan diubah menjadi pengawasan di Border, dengan pemenuhan Persetujuan Impor (PI) dan juga Laporan Surveyor (LS).
Berdasarkan catatannya, dari total sebanyak 11.415 HS, terdapat ketentuan tata niaga impor (Larangan/ Pembatasan atau Lartas) terhadap 6.910 HS (sekitar 60,5 persen) dan sisanya sekitar 39,5 persen merupakan barang Non-Lartas.
Sedangkan dari 60,5 persen komoditas yang terkena Lartas tersebut, sebanyak 3.662 HS (32,1 persen) dilakukan pengawasan di Boder dan sebanyak 3.248 HS (28,4 persen) dilakukan pengawasan Post-Border.
Baca juga: Banjir Barang dari Luar Negeri, Pemerintah Akan Lakukan Pengetatan Impor
"Perlu dilakukan pengetatan dengan mengubah pengawasan Post-Border menjadi Border, terhadap 8 kelompok Komoditas Tertentu (sebanyak 655 HS), sehingga ada regulasi yang harus diperbaiki dari Kementerian," ujar dia.
"Jadi peraturan MenTan harus dilakukan perubahan, juga Peraturan dari Menteri Perdagangan, Menteri Perindustrian, Badan POM, Kemenkes, ESDM, dan Kominfo. Bapak Presiden minta semua Peraturan Menteri tersebut bisa segera direvisi dalam waktu 2 minggu," sambungnya.
Baca juga: Impor Barang Konsumsi Akan Diperketat untuk Lindungan Produk Dalam Negeri
Dikatakan Airlangga, terkait dampak perubahan pengawasan dari Post-Border menjadi pengawasan di Border pemerintah sudah mengantisipasi dan berdasarkan perhitungan yaitu sekitar 0,11 Hari. Demikian juga dampak terhadap logistic-cost yang tidak terlalu signifikan.
Di sisi lain, Menko Airlangga menuturkan bahwa pemerintah memberikan tambahan kemudahan untuk menjual ke pasar dalam negeri, bagi industri yang rentan PHK (khususnya Industri TPT) yang berada di Kawasan Berfasilitas (seperti di Kawasan Berikat/ KB).
Nantinya industri tersebut diperkenankan untuk dapat menjual produk dalam negeri hasil produksi KB sebesar lebih dari 50 persen. Adapun untuk melaksanakan kebijakan ini akan diatur lebih lanjut pemberian rekomendasinya melalui Peraturan Menteri Perindustrian.
Baca juga: Tenaga Ahli AGI Bilang Harga Gula Bisa Naik Kalau Tidak Impor Hingga Akhir 2023
Sedangkan untuk Industri Tekstil dan beberapa industri yang rentan PHK, akan ditindaklanjuti dengan kebijakan untuk melakukan restrukturisasi pembiayaan melalui KSSK, dan melalui lembaga Perbankan, agar industri tekstil tetap bisa bersaing dan menghindari PHK.
"Nah, usulan lain adalah akan dibentuknya Satgas Nasional yang terdiri dari Polri, Bea Cukai, Perdagangan, Perindustrian, Koperasi UKM, Kominfo dan Badan Karantina. Kemudian juga perlu diperkuat terkait dengan penguatan kelembagaan untuk Badan Perlindungan Konsumen, dan kemudian KPPU, agar bisa menjaga unfair-practice di sektor digital, serta masalah penerapan semua standar, baik SNI, BPOM, maupun sertifikasi halal untuk sektor e-Commerce," tuturnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at sustainabilityimpactconsortium.asia